biruu

Di sebuah ballroom hotel yang terbilang cukup besar, Alia dan Bintang saling berpegangan tangan menunggu hasil pengumuman siswa siswi terbaik yang akan diumumkan sebentar lagi. Hari ini hari kelulusan mereka, setelah tiga tahun menempuh pendidikan di SMA yang terbilang tak mudah bagi Alia. Ia harus tetap mempertahankan beasiswa yang ia dapatkan.

“Baik, kali ini kita sudah sampai di puncak acara dimana sebentar lagi akan disebutkan nama siswa siswi berprestasi di sekolah kita ini. Kepada bapak kepala sekolah dipersilahkan.” Ucap MC tersebut.

“Star, gue jadi degdegan.” Bisik Alia pada Bintang.

“Sama, takut ga sesuai ekspektasi.”

“Pertama-tama terima kasih saya ucapkan kepada anak-anakku siswa siswi starlight high school yang selama menempuh pendidikan di sekolah tercinta kita ini sudah memberikan banyak prestasi dan mengharumkan nama sekolah. Memang masa SMA ini adalah masa yang mungkin paling susah kalian lupakan sampai kapanpun, dan saya harap silaturahim akan selalu terjaga diantara kita semua.”

“Nah baik, langsung saja saya akan menyebutkan nama siswa siswi berprestasi di sekolah kita ini. Wisudawan terbaik diraih oleh Ananda Alia Humairah dari kelas dua belas ipa tiga dengan capaian prestasi lima kali juara satu olimpiade kimia, tiga kali juara dua story telling, dan dua kali juara dua international mathematics championship. Saat ini Ananda diterima di universitas Indonesia dengan prodi pendidikan dokter.”

Riuh tepuk tangan menggema di ballroom itu, memberi ucapan selamat kepada gadis dengan senyuman yang indah itu. Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju panggung acara dan menerima medali serta piala penghargaan atas prestasinya selama ini. Yasmin dan Hendri tak dapat menahan air mata bahagia mereka karena rasa bangga pada anak tunggal mereka itu.

“Alia, silahkan memberi sepatah dua kata untuk memberikan motivasi atau ucapan terima kasih...”

“Ayah, bunda, ini buat kalian!” Ucap Alia dengan suara yang bergetar menahan tangisnya seraya mengangkat piala yang berada di tangannya.

“Teman-teman semua, bapak dan ibu guru, perkenalkan saya Alia Humairah anak dari bapak Hendri dan ibu Yasmin. Saya adalah salah satu dari siswa penerima beasiswa di starlight high school, saya adalah anak dari seorang ayah yang hebat dan ibu yang luar biasa. Ayah saya bekerja sebagai kuli bangunan dan ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang dengan kasih sayangnya mampu membuat saya mendapat banyak prestasi seperti ini. Walaupun sering kali diremehkan karena pekerjaan orang tua saya, itu tidak membuat tekad saya untuk menjadi seorang dokter menjadi pupus. Terima kasih kepada Allah SWT, terima kasih untuk ayah, bunda sudah memberikan yang terbaik untuk Alia. Dan terima kasih kepada bapak dan ibu guru yang telah memberikan banyak ilmu kepada Alia dan mendukung Alia selama ini. Terima kasih untuk sahabat saya, Bintang Amira yang selalu menemani saya disaat anak-anak lain sukar untuk berteman dengan saya. Sekali lagi, terima kasih.” Ucapnya sebelum meninggalkan panggung acara dan berjalan menuju kedua orang tuanya dan memeluk keduanya.

“Hey, anak bunda kenapa nangis?” Tanya Yasmin seraya membalas pelukan Alia.

“Selamat ya nak, terima kasih sudah bertahan sampai di titik ini. Kamu anak hebat, ayah bangga sama kamu.” Timpal Hendri.

“Anak bunda udah gede ya, padahal dulu masih bunda gendong-gendong. Dulu masih suka gangguin bunda waktu masak sekarang udah kuliah aja.” Lirih Yasmin seraya menahan air matanya.

“Ayah, bunda makasih ya udah bekerja keras supaya Alia bisa tetap sekolah...”

“Dan ayah sama bunda mau ngucapin terima kasih karena anak kami yang hebat ini sudah berjuang keras untuk bertahan sampai sekarang.” Ucap Yasmin.

“Kok jadi mewek gini sih...”

“Eitsss, Bu dokter ga boleh cengeng ya.” Timpal Hendri seraya mengeluarkan sapu tangannya dan mengelap pipi Alia yang sudah basah.

“Masya Allah, Alia. Umi bangga sekali mendengar pencapaian kamu, selamat ya nak.” Ucap ustadzah Aisyah yang baru saja datang bersama ustadz Hafiz dan Harriz.

“Makasih umi.”

“Selamat ya nak Alia.” Ucap ustadz Hafiz.

“Alia, selamat ya...” Timpal Harriz.

“M- makasih kak.”

“Eh eh, itu yang sama Alia siapa? Ganteng banget.”

“Iya ih, terus ya bundanya keliatan baik aja tuh. Kayanya gosip yang anak-anak bilang tuh boong.”

“Gue juga pikirnya gitu, Alia kan hebat tuh, mungkin yang nyebarin gosipnya iri sama Alia.”

“Bener!”

Di sebuah ballroom hotel yang terbilang cukup besar, Alia dan Bintang saling berpegangan tangan menunggu hasil pengumuman siswa siswi terbaik yang akan diumumkan sebentar lagi. Hari ini hari kelulusan mereka, setelah tiga tahun menempuh pendidikan di SMA yang terbilang tak mudah bagi Alia. Ia harus tetap mempertahankan beasiswa yang ia dapatkan.

“Baik, kali ini kita sudah sampai di puncak acara dimana sebentar lagi akan disebutkan nama siswa siswi berprestasi di sekolah kita ini. Kepada bapak kepala sekolah dipersilahkan.” Ucap MC tersebut.

“Star, gue jadi degdegan.” Bisik Alia pada Bintang.

“Sama, takut ga sesuai ekspektasi.”

“Pertama-tama terima kasih saya ucapkan kepada anak-anakku siswa siswi starlight high school yang selama menempuh pendidikan di sekolah tercinta kita ini sudah memberikan banyak prestasi dan mengharumkan nama sekolah. Memang masa SMA ini adalah masa yang mungkin paling susah kalian lupakan sampai kapanpun, dan saya harap silaturahim akan selalu terjaga diantara kita semua.”

“Nah baik, langsung saja saya akan menyebutkan nama siswa siswi berprestasi di sekolah kita ini. Wisudawan terbaik diraih oleh Ananda Alia Humairah dari kelas dua belas ipa tiga dengan capaian prestasi lima kali juara satu olimpiade kimia, tiga kali juara dua story telling, dan dua kali juara dua international mathematics championship. Saat ini Ananda diterima di universitas Indonesia dengan prodi pendidikan dokter.”

Riuh tepuk tangan menggema di ballroom itu, memberi ucapan selamat kepada gadis dengan senyuman yang indah itu. Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju panggung acara dan menerima medali serta piala penghargaan atas prestasinya selama ini. Yasmin dan Hendri tak dapat menahan air mata bahagia mereka karena rasa bangga pada anak tunggal mereka itu.

“Alia, silahkan memberi sepatah dua kata untuk memberikan motivasi atau ucapan terima kasih...”

“Ayah, bunda, ini buat kalian!” Ucap Alia dengan suara yang bergetar menahan tangisnya seraya mengangkat piala yang berada di tangannya.

“Teman-teman semua, bapak dan ibu guru, perkenalkan saya Alia Humairah anak dari bapak Hendri dan ibu Yasmin. Saya adalah salah satu dari siswa penerima beasiswa di starlight high school, saya adalah anak dari seorang ayah yang hebat dan ibu yang luar biasa. Ayah saya bekerja sebagai kuli bangunan dan ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang dengan kasih sayangnya mampu membuat saya mendapat banyak prestasi seperti ini. Walaupun sering kali diremehkan karena pekerjaan orang tua saya, itu tidak membuat tekad saya untuk menjadi seorang dokter menjadi pupus. Terima kasih kepada Allah SWT, terima kasih untuk ayah, bunda sudah memberikan yang terbaik untuk Alia. Dan terima kasih kepada bapak dan ibu guru yang telah memberikan banyak ilmu kepada Alia dan mendukung Alia selama ini. Terima kasih untuk sahabat saya, Bintang Amira yang selalu menemani saya disaat anak-anak lain sukar untuk berteman dengan saya. Sekali lagi, terima kasih.” Ucapnya sebelum meninggalkan panggung acara dan berjalan menuju kedua orang tuanya.

“Selamat ya sayang, bunda bangga sama kamu.” Ucap Yasmin seraya memeluk Alia.

“Selamat ya nak, terima kasih sudah bertahan sampai di titik ini. Kamu anak hebat, ayah bangga sama kamu.” Timpal Hendri.

“Masya Allah, Alia. Umi bangga sekali mendengar pencapaian kamu, selamat ya nak.” Ucap ustadzah Aisyah.

“Makasih umi.”

“Selamat ya nak Alia.” Ucap ustadz Hafiz.

“Alia, selamat ya...” Timpal Harriz.

“M- makasih kak.”

“Eh eh, itu yang sama Alia siapa? Ganteng banget.”

“Iya ih, terus ya bundanya keliatan baik aja tuh. Kayanya gosip yang anak-anak bilang tuh boong.”

“Gue juga pikirnya gitu, Alia kan hebat tuh, mungkin yang nyebarin gosipnya iri sama Alia.”

“Bener!”

Di bawah teriknya matahari, seorang pria paruh baya berjalan seraya menopang beberapa papan kayu menuju rumah proyek tempatnya bekerja.

“Pak ini kalau sudah selesai, bata merah yang disana jangan lupa diangkut ya. Soalnya bentar lagi kontraktornya mau ngecek kesini.” Ucap seorang mandor pada pria itu.

“Siap pak, nanti saya angkut kesini.” Jawab pria itu sembari mengelap keringat yang membasahi tubuhnya.

“Ya Allah... Panas sekali cuacanya.” Lirihnya.

Hingga menjelang malam, pria itu baru selesai mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang kuli bangunan. Setelah membereskan semua barangnya, ia berjalan menuju sebuah tempat yang sejak beberapa hari lalu ingin ia kunjungi.

“Mba, saya mau cari sepatu untuk anak SMA, ada?” Ya, pria itu pergi menuju toko sepatu yang tak jauh dari tempatnya bekerja.

“Untuk anak cowok atau cewek?”

“Anak saya perempuan.”

“Yang ini bapak suka?”

“Boleh, saya mau yang ini.”

“Bunda, Alia jadi ngga sabar deh nungguin pengumuman SNMPTN.” Ucap Alia yang membaringkan tubuhnya di paha bundanya.

“Apapun hasilnya, jangan putus asa ya nak. Inget ga kata Umar bin Khattab? Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku. Jadi apapun yang terjadi nanti, kamu hebat, hebat banget.” Jawab Yasmin seraya mengelus kepala Alia dengan lembut.

“Kalau-” Ucapan Alia terpotong saat mendengar suara dari luar rumahnya.

“Assalamualaikum...” Suara itu membuat keduanya bertatapan cukup lama.

“AYAH!!” Gadis itu terkejut melihat Hendri yang berada di hadapannya saat itu.

Hendri merentangkan kedua tangannya agar anaknya itu dapat memeluknya.

“Ayah kemana aja, aku kangen...” Lirih Alia.

“Maafin ayah ya nak.” Ucap Hendri seraya mencium pucuk kepala Alia.

“Yasmin...” Lirih Hendri. Ia berjalan menuju Yasmin dan memeluk wanita itu sembari menahan air matanya.

“Maafin aku ya, waktu itu aku salah. Aku janji gaakan mengulangi hal yang sama.”

“Aku juga minta maaf, harusnya aku juga bisa menjaga perkataan ku.” Ucap Yasmin.

“Kita mulai dari awal lagi ya, sekarang kamu cukup di rumah dan menjadi ibu rumah tangga, biar aku yang kerja.” Ucap Hendri yang dibalas anggukan oleh Yasmin.

“Sini...” Ucapnya seraya merentangkan tangannya pada Alia dan memeluk kedua bidadari nya itu.

“Oh iya, ini ayah bawa sesuatu untuk anak ayah.” Sambungnya.

“Serius?! Apa Yah?” Tanya Alia.

“Taraaa!!!” Ucap Hendri seraya mengeluarkan kotak sepatu dari kantong plastik yang ia bawa.

“Ayah beliin Alia sepatu? Ayah ini bagus banget! Makasih ya...” Ucap Alia sembari memeluk Hendri.

“Cobain dulu, ukurannya udah pas belum?”

“Pas banget, makasih ayah.”

“Sama-sama sayang.”


“Nak, gimana kuliah kamu? Lancar?” Tanya ustadz Hafiz pada Harriz.

“Alhamdulillah lancar, Abi. Kurang lebih tiga bulan lagi Harriz selesai.” Jawab Harriz.

“Alhamdulillah, Abi seneng dengernya. Oh iya, tentang kalian bagaimana? Nak Alia sudah memberi keputusan?”

“Udah, katanya Alia siap.”

“Alhamdulillah... Jadi kapan kalian berencana untuk menikah?” Tanya ustadzah Aisyah.

“Kalau itu, nanti Harriz bicarakan setelah Alia lulus. Harriz ngga mau mengganggu waktu Alia dulu untuk sekarang.”

“Yasudah, Abi serahkan sama kalian saja.”

“Oh iya, gimana nih perasaannya sudah jadi dokter?” Tanya ustadzah Aisyah pada anak bungsunya itu.

“Seneng, bersyukur bisa bantu banyak orang. Doain Harriz ya umi, abi biar lancar kuliahnya.”

“Aamiin, umi sama abi selalu mendoakan anak-anak umi yang hebat ini. Semoga Harriz bisa jadi dokter yang hebat ya.”

Alia memainkan ibu jarinya sembari menunggu kedatangan Harriz di sebuah cafe yang selalu ia datangi saat pulang bekerja. Ia masih tak percaya dengan jalan hidupnya saat ini, sangat tiba-tiba pria itu datang dalam kehidupannya. Ia berpikir apakah ini adalah jawaban dari semua doa-doa bundanya?

“Assalamualaikum, Alia.” Suara yang lembut membuat gadis itu membalikkan badannya.

“Waalaikumsalam.” Jawabnya.

“Maaf ya, saya telat. Tadi kak Jihan ngurusin Khaira sebentar.”

“Gapapa kak, Alia juga baru dateng kok.” Ucapnya.

“Silahkan duduk kak Harriz, kak Jihan.”

“Masya Allah, Riz. Ini yang namanya Alia? Cantik banget.” Ucap Jihan.

“Makasih kak.” Timpal Alia seraya tersenyum menanggapi Jihan.

“Kakak mau pesan apa? Biar Alia yang mesen.”

“Apa aja, Al.” Ucap Jihan yang membuat gadis itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju meja bar di cafe itu.

“Riz, kamu ketemu Alia dimana? Cantik banget loh dia, kelihatannya juga dia anak baik-baik. Auranya positif banget, kakak suka deh.” Ucap Jihan.

“Ceritanya panjang kak.”

“Kamu mah kebiasaan.”

“Jadi, apa Alia langsung aja?” Ucap Alia saat ia kembali ke tempat duduknya.

“Boleh, silahkan.”

“Sebelumnya maaf ya kak, kalau Alia ngasih jawabannya sampai memakan waktu kaya gini. Sebenarnya Alia bingung sekaligus kaget waktu pertama kali ustadzah Aisyah ngomong sama Alia tentang kak Harriz. Dan lebih kagetnya lagi waktu kalian datang ke rumah malam itu. Kak, Alia sudah yakin dengan jawaban Alia saat ini setelah melakukan banyak cara untuk bisa meyakinkan diri. Alia menerima kakak, karena Alia yakin kak Harriz datang di kehidupan Alia ini bukan dengan sengaja melainkan karena sudah ditakdirkan sebelumnya. Alia mau berterima kasih karena kak Harriz sudah memilih Alia, tapi maaf kalau sekiranya kedepannya Alia banyak kekurangan dan kelemahannya.” Ucap Alia yang membuat hati Harriz menghangat.

“Alhamdulillah, terima kasih ya Alia. Saya ngga tau harus berkata apa lagi, tentang ucapan kamu sebelumnya, saya juga banyak kekurangan dan kelemahannya. Saya harap kedepannya kita bisa saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain. Sekali lagi, terima kasih, Humairah.”

“Alhamdulillah... Kakak jadi seneng dengernya. Semoga dilancarkan ya, kakak doakan yang terbaik untuk kalian pokoknya. Khaira udah ga sabar pengen punya sepupu ya nak ya.” Ucap Jihan seraya melihat ke arah Khaira yang berada di baby stroller.

“Kak...” Ucap Harriz pada Jihan.

“Halo Khaira... Kak, Alia boleh gendong?” Tanya Alia.

“Boleh dong.” Ucap Jihan sembari memberikan Khaira pada Alia.

“Oh iya, kamu udah kelas tiga SMA ya? Nanti mau ngambil jurusan apa, Al?” Tanya Jihan.

“Rencananya, Alia mau ngambil jurusan kedokteran kak.”

“Wah sama-sama dokter dong nih.”

“Kira-kira nikahnya kapan?” Ucap Jihan.

“Alia serahin sama kak Harriz aja semuanya, kak.” Jawab Alia.

“Yang penting kalian sudah benar-benar siap ya, pernikahan itu bukan untuk main-main. Harus dipikirkan matang-matang dulu.” Ucap Jihan.

Ditengah hening nya malam, seorang pria sedang mengadahkan tangannya, bercerita dengan Sang pemilik cinta tentang apa yang selama ini mengganjal hatinya.

“Ya Allah... Jika sekiranya wanita ini bukan takdirku, maka buatlah kami menjauh dengan cara terbaik. Namun jika dia adalah takdirku, satukanlah kami dengan cara yang terbaik pula. Ya Allah, engkau Maha tahu tentang apa yang tidak aku ketahui, jika dia baik untukku, baik untuk agamaku, baik untuk dunia dan akhiratku, maka dekatkan dan mudahkanlah. Namun jika tidak, jauhkanlah dan berilah ganti yang lebih baik. Jadikanlah aku ridho dengan segala pilihan-Mu.”

Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya dan menghabiskan malamnya untuk beribadah kepada Tuhannya. Memanjatkan segala doa dan bercerita tentang harinya.

Di satu sisi, seorang gadis yang dengan mukenah putih itu sedang terduduk diatas sajadah miliknya dan membaca satu surah yang membuatnya merenung beberapa kali. Surah Yasin ayat-36 ; “Maha suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”

“Kenapa tiba-tiba gue jadi kepikiran sama kak Harriz? Ya Allah gimana caranya biar Alia yakin sebelum mengambil keputusan ini? Menikah kan bukan sesuatu yang mudah, harus banyak yang dipertimbangkan.” Monolognya.

“Lho kak? Kamu belum tidur?” Tanya Yasmin yang melihat Alia berada di kamarnya sembari memegang Al-Qur'an berwarna hijau miliknya.

“Belum Bun.”

“Kenapa nak? Coba cerita sama bunda.” Ucap Yasmin sembari duduk di kasur milik Alia.

“Alia bingung, apa Alia harus nerima kak Harriz atau ngga.” Ucapnya seraya tertidur di paha sang bunda.

“Kak, kalau kamu masih bingung dengan keputusan kamu kedepannya, dengerin bunda. Laki-laki yang soleh ngga akan menjerumuskan kamu kedalam perkara yang salah. Kalau dia udah tau bahwa titik akhir sebuah cinta itu adalah pernikahan, maka dia akan menyegerakan pernikahan itu. Dan lihat kan apa yang Harriz lakukan? Dari sini harusnya kamu sudah paham mana yang baik dan mana yang buruk, sayang.”

“Udah, sekarang kamu tidur ya. Ngga usah terlalu dipikirkan, kalau memang kalian berjodoh Insya Allah, kalian akan diberikan kemudahan satu sama lain. Jangan lupa untuk terus berdoa minta yang terbaik sama Allah.” Ucap Yasmin sebelum meninggalkan kamar Alia.

“Sekarang gue udah dapet jawabannya.”

Di dalam hening nya malam, seorang pria sedang mengadahkan tangannya, bercerita dengan Sang pemilik cinta tentang apa yang selama ini mengganjal hatinya.

“Ya Allah... Jika sekiranya wanita ini bukan takdirku, maka buatlah kami menjauh dengan cara terbaik. Namun jika dia adalah takdirku, satukanlah kami dengan cara yang terbaik pula. Ya Allah, engkau Maha tahu tentang apa yang tidak aku ketahui, jika dia baik untukku, baik untuk agamaku, baik untuk dunia dan akhiratku, maka dekatkan dan mudahkanlah. Namun jika tidak, jauhkanlah dan berilah ganti yang lebih baik. Jadikanlah aku ridho dengan segala pilihan-Mu.”

Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya dan menghabiskan malamnya untuk beribadah kepada Tuhannya. Memanjatkan segala doa dan bercerita tentang harinya.

Di satu sisi, seorang gadis yang dengan mukenah putih itu sedang terduduk diatas sajadah miliknya dan membaca satu surah yang membuatnya merenung beberapa kali. Surah Yasin ayat tiga puluh enam; “Maha suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”

“Kenapa tiba-tiba gue jadi kepikiran sama kak Harriz? Ya Allah gimana caranya biar Alia yakin sebelum mengambil keputusan ini? Menikah kan bukan sesuatu yang mudah, harus banyak yang dipertimbangkan.” Monolognya.

“Lho kak? Kamu belum tidur?” Tanya Yasmin yang melihat Alia berada di kamarnya sembari memegang Al-Qur'an berwarna hijau miliknya.

“Belum Bun.”

“Kenapa nak? Coba cerita sama bunda.” Ucap Yasmin sembari duduk di kasur milik Alia.

“Alia bingung, apa Alia harus nerima kak Harriz atau ngga.” Ucapnya seraya tertidur di paha sang bunda.

“Kak, kalau kamu masih bingung dengan keputusan kamu kedepannya, dengerin bunda. Laki-laki yang soleh ngga akan menjerumuskan kamu kedalam perkara yang salah. Kalau dia udah tau bahwa titik akhir sebuah cinta itu adalah pernikahan, maka dia akan menyegerakan pernikahan itu. Dan lihat kan apa yang Harriz lakukan? Dari sini harusnya kamu sudah paham mana yang baik dan mana yang buruk, sayang.”

“Udah, sekarang kamu tidur ya. Ngga usah terlalu dipikirkan, kalau memang kalian berjodoh Insya Allah, kalian akan diberikan kemudahan satu sama lain. Jangan lupa untuk terus berdoa minta yang terbaik sama Allah.” Ucap Yasmin sebelum meninggalkan kamar Alia.

“Sekarang gue udah dapet jawabannya.”

Malam ini, adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh Harriz, bagaimana tidak, malam ini ia akan bertemu dengan gadis yang berada dalam mimpinya itu setelah penantian panjang yang diiringi dengan perbincangan indah kepada sang Maha cinta.

“Assalamualaikum...” Ucap ustadz Hafiz sambil mengetuk pintu rumah Alia.

Tak lama kemudian, gadis cantik dengan kulit putih dan pipi kemerahan muncul dibalik pintu rumahnya. Alia Humairah terlihat anggun dengan gamis biru dongker dan pasmina hitam yang menutupi rambutnya.

“Waalaikumsalam.” Jawabnya setelah membuka pintu rumahnya.

Harriz yang melihat gadis itu langsung menundukkan kepalanya.

“Ya Allah, indah sekali makhluk-Mu ini.” Batinnya seraya menahan senyumannya.

Begitu juga dengan Alia yang terkagum-kagum melihat pria dengan kemeja hitam di hadapannya itu.

“Ya Allah, ganteng banget ternyata aslinya. Kalo gini sih gue juga mau, tapi harus jual mahal dulu dong.” Batinnya.

“Silahkan masuk ustadz, umi, kak Harriz.” Ucap gadis itu mempersilahkan keluarga ustadz Hafiz untuk masuk kedalam rumahnya yang sederhana.

“Silahkan duduk, saya panggilkan bunda dulu.”

“Bunda, keluarga ustadz Hafiz udah sampai.” Ucap Alia pada Yasmin.

“Ini Alia anak bunda?”

“Ya siapa lagi bun, ini Alia.”

“Cantiknya ya Allah...”

“Jangan gitu Bun, jadi malu.”

“Emang cantik, kamu kalau pakai hijab gini anggun banget.”

“Alia usahakan ya Bun.”

“Bunda bangga sama kamu. Ayo kita keluar.”

“Yuk...”

“Assalamualaikum ustadz, ustadzah, nak Harriz. Ya Allah ga nyangka saya bisa bertemu langsung dengan keluarga ustadz, biasanya cuma lihat dari jauh saat kajian.” Ucap bunda Alia.

“Alhamdulillah Bu, ini adalah takdir Allah sudah mempertemukan keluarga kita malam ini.”

“Gimana kabarnya Bu Yasmin? Baik?” Tanya ustadzah Aisyah.

“Alhamdulillah ustadzah, sudah mendingan.” Jawab Yasmin seraya tersenyum.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya ustadz Hafiz menyampaikan tujuannya datang ke rumah Alia malam itu.

“Jadi begini Bu Yasmin, selain bersilaturahmi, kami datang kesini juga untuk meminta persetujuan nak Alia jika sekiranya ingin menjalani ta'aruf dengan Harriz.” Ucapan ustadz Hafiz sukses membuat kedua wanita itu terkejut.

“Gimana kak? Kamu bersedia?” Tanya Yasmin yang tak dapat menahan senyumannya.

Gadis itu mencoba untuk menatap Harriz yang sedari tadi juga tak berani memandangnya.

“Kak Harriz yakin milih Alia?” Tanya Alia yang memberanikan dirinya untuk bertanya pada Harriz walau jantungnya berdetak lebih kencang malam itu.

“Saya yakin, sangat yakin. Karena sebelum berangkat, saya meminta petunjuk pada Allah, dan dengan rasa yakin ini saya percaya kalau ini keputusan terbaik. Kalaupun kamu masih belum bisa memutuskan, saya akan menunggu kamu.”

“Ya Allah, suaranya aja ganteng. Ini mah persis kaya yang dimimpi gue.” Batin Alia.

“Tapi kita belum pernah ketemu dan saling kenal sebelumnya.”

“Dan sepertinya umi sudah bercerita tentang saya sebelumnya.”

“Apa kak Harriz siap untuk menunggu sampai Alia memberi keputusan dan siap menerima keputusan yang Alia ucapkan?”

“Sampai kapanpun saya siap, dan kalau keputusan kamu tidak sesuai dengan yang saya harapkan, saya siap. Karena apapun itu sudah diatur oleh Allah.”

“Alia akan mempertimbangkan keputusan Alia dulu. Gapapa kan kak?”

“Ga apa-apa, sampaikan keputusan kamu sampai kamu siap.”

“Syukron, kak.”

Harriz yang mendengarnya hanya tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Entahlah semua yang berhubungan dengan Alia benar-benar membuatnya merasa bahagia.

Malam ini, adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh Harriz, bagaimana tidak, malam ini ia akan bertemu dengan gadis yang berada dalam mimpinya itu setelah penantian panjang yang diiringi dengan perbincangan indah kepada sang Maha cinta.

“Assalamualaikum...” Ucap ustadz Hafiz sambil mengetuk pintu rumah Alia.

Tak lama kemudian, gadis cantik dengan kulit putih dan pipi kemerahan muncul dibalik pintu rumahnya. Alia Humairah terlihat anggun dengan gamis biru dongker dan pasmina hitam yang menutupi rambutnya.

“Waalaikumsalam.” Jawabnya setelah membuka pintu rumahnya.

Harriz yang melihat gadis itu langsung menundukkan kepalanya.

“Ya Allah, indah sekali makhluk-Mu ini.” Batinnya seraya menahan senyumannya.

Begitu juga dengan Alia yang terkagum-kagum melihat pria dengan kemeja hitam di hadapannya itu.

“Ya Allah, ganteng banget ternyata aslinya. Kalo gini sih gue juga mau, tapi harus jual mahal dulu dong.” Batinnya.

“Silahkan masuk ustadz, umi, kak Harriz.” Ucap gadis itu mempersilahkan keluarga ustadz Hafiz untuk masuk kedalam rumahnya yang sederhana.

“Silahkan duduk, saya panggilkan bunda dulu.”

“Bunda, keluarga ustadz Hafiz udah sampai.” Ucap Alia pada Yasmin.

“Ini Alia anak bunda?”

“Ya siapa lagi bun, ini Alia.”

“Cantiknya ya Allah...”

“Jangan gitu Bun, jadi malu.”

“Emang cantik, kamu kalau pakai hijab gini anggun banget.”

“Alia usahakan ya Bun.”

“Bunda bangga sama kamu. Ayo kita keluar.”

“Yuk...”

“Assalamualaikum ustadz, ustadzah, nak Harriz. Ya Allah ga nyangka saya bisa bertemu langsung dengan keluarga ustadz, biasanya cuma lihat dari jauh saat kajian.” Ucap bunda Alia.

“Alhamdulillah Bu, ini adalah takdir Allah sudah mempertemukan keluarga kita malam ini.”

“Gimana kabarnya Bu Yasmin? Baik?” Tanya ustadzah Aisyah.

“Alhamdulillah ustadzah, sudah mendingan.” Jawab Yasmin seraya tersenyum.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya ustadz Hafiz menyampaikan tujuannya datang ke rumah Alia malam itu.

“Jadi begini Bu Yasmin, selain bersilaturahmi, kami datang kesini juga untuk meminta persetujuan nak Alia jika sekiranya ingin menjalani ta'aruf dengan Harriz.” Ucapan ustadz Hafiz sukses membuat kedua wanita itu terkejut.

“Gimana kak? Kamu bersedia?” Tanya Yasmin yang tak dapat menahan senyumannya.

Gadis itu mencoba untuk menatap Harriz yang sedari tadi juga tak berani memandangnya.

“Kak Harriz yakin milih Alia?” Tanya Alia yang memberanikan dirinya untuk bertanya pada Harriz walau jantungnya berdetak lebih kencang malam itu.

“Saya yakin, sangat yakin. Karena sebelum berangkat, saya meminta petunjuk pada Allah, dan dengan rasa yakin ini saya percaya kalau ini keputusan terbaik. Kalaupun kamu masih belum bisa memutuskan, saya akan menunggu kamu.”

“Ya Allah, suaranya aja ganteng. Ini mah persis kaya yang dimimpi gue.” Batin Alia.

“Tapi kita belum pernah ketemu dan saling kenal sebelumnya.”

“Dan sepertinya umi sudah bercerita tentang saya sebelumnya.”

“Apa kak Harriz siap untuk menunggu sampai Alia memberi keputusan dan siap menerima keputusan yang Alia ucapkan?”

“Sampai kapanpun saya siap, dan kalau keputusan kamu tidak sesuai dengan yang saya harapkan, saya siap. Karena apapun itu sudah diatur oleh Allah.”

“Alia akan mempertimbangkan keputusan Alia dulu. Gapapa kan kak?”

“Ga apa-apa, sampaikan keputusan kamu sampai kamu siap.”

“Syukron, kak.”

Harriz yang mendengarnya hanya tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Entahlah semua yang berhubungan dengan Alia benar-benar membuatnya merasa bahagia.

Malam ini, adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh Harriz, bagaimana tidak, malam ini ia akan bertemu dengan gadis yang berada dalam mimpinya itu setelah penantian panjang yang diiringi dengan perbincangan indah kepada sang Maha cinta.

“Assalamualaikum...” Ucap ustadz Hafiz sambil mengetuk pintu rumah Alia.

Tak lama kemudian, gadis cantik dengan kulit putih dan pipi kemerahan muncul dibalik pintu rumahnya. Alia Humairah terlihat anggun dengan gamis biru dongker dan pasmina hitam yang menutupi rambutnya.

“Waalaikumsalam.” Jawabnya setelah membuka pintu rumahnya.

Harriz yang melihat gadis itu langsung menundukkan kepalanya.

“Ya Allah, indah sekali makhluk-Mu ini.” Batinnya seraya menahan senyumannya.

Begitu juga dengan Alia yang terkagum-kagum melihat pria dengan kemeja hitam di hadapannya itu.

“Ya Allah, ganteng banget ternyata aslinya. Kalo gini sih gue juga mau, tapi harus jual mahal dulu dong.” Batinnya.

“Silahkan masuk ustadz, umi, kak Harriz.” Ucap gadis itu mempersilahkan keluarga ustadz Hafiz untuk masuk kedalam rumahnya yang sederhana.

“Silahkan duduk, saya panggilkan bunda dulu.”

“Bunda, keluarga ustadz Hafiz udah sampai.” Ucap Alia pada Yasmin.

“Ini Alia anak bunda?”

“Ya siapa lagi bun, ini Alia.”

“Cantiknya ya Allah...”

“Jangan gitu Bun, jadi malu.”

“Emang cantik, kamu kalau pakai hijab gini anggun banget.”

“Alia usahakan ya Bun.”

“Bunda bangga sama kamu. Ayo kita keluar.”

“Yuk...”

“Assalamualaikum ustadz, ustadz, nak Harriz. Ya Allah ga nyangka saya bisa bertemu langsung dengan keluarga ustadz, biasanya cuma lihat dari jauh saat kajian.” Ucap bunda Alia.

“Alhamdulillah Bu, ini adalah takdir Allah sudah mempertemukan keluarga kita malam ini.”

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya ustadz Hafiz menyampaikan tujuannya datang ke rumah Alia malam itu.

“Jadi begini Bu Yasmin, selain bersilaturahmi, kami datang kesini juga untuk meminta persetujuan nak Alia jika sekiranya ingin menjalani ta'aruf dengan Harriz.” Ucapan ustadz Hafiz sukses membuat kedua wanita itu terkejut.

“Gimana kak? Kamu bersedia?” Tanya Yasmin yang tak dapat menahan senyumannya.

Gadis itu mencoba untuk menatap Harriz yang sedari tadi juga tak berani memandangnya.

“Kak Harriz yakin milih Alia?” Tanya Alia yang memberanikan dirinya untuk bertanya pada Harriz walau jantungnya berdetak lebih kencang malam itu.

“Saya yakin, sangat yakin. Karena sebelum berangkat, saya meminta petunjuk pada Allah, dan dengan rasa yakin ini saya percaya kalau ini keputusan terbaik. Kalaupun kamu masih belum bisa memutuskan, saya akan menunggu kamu.”

“Ya Allah, suaranya aja ganteng. Ini mah persis kaya yang dimimpi gue.” Batin Alia.

“Tapi kita belum pernah ketemu dan saling kenal sebelumnya.”

“Dan sepertinya umi sudah bercerita tentang saya sebelumnya.”

“Apa kak Harriz siap untuk menunggu sampai Alia memberi keputusan dan siap menerima keputusan yang Alia ucapkan?”

“Sampai kapanpun saya siap, dan kalau keputusan kamu tidak sesuai dengan yang saya harapkan, saya siap. Karena apapun itu sudah diatur oleh Allah.”

“Alia akan mempertimbangkan keputusan Alia dulu. Gapapa kan kak?”

“Ga apa-apa, sampaikan keputusan kamu sampai kamu siap.”

“Syukron, kak.”

Harriz yang mendengarnya hanya tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Entahlah semua yang berhubungan dengan Alia benar-benar membuatnya merasa bahagia.

Tepat sebuah ruangan yang dipenuhi dengan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur'an itu, seorang gadis dengan rambut sebahu yang terurai sedang duduk dan menunggu seseorang yang ingin berbicara padanya. Ruangan ustadzah Aisyah di pesantren tempatnya bekerja.

Hujan sedikit demi sedikit turun membasahi jalan. Selang beberapa menit kemudian orang yang ia tunggu akhirnya datang. Seorang wanita paruh baya namun masih memiliki wajah yang awet muda, datang ke arahnya dengan senyuman yang sangat indah.

“Assalamualaikum Alia, udah lama nak?” Tanyanya.

“Waalaikumsalam, Alia juga baru sampai ustadzah.” Jawabnya.

“Apa kita langsung aja nih?”

“Iya ustadzah, silahkan. Sepertinya ini hal yang penting “

“Jadi begini nak, beberapa minggu yang lalu anak umi bermimpi menikah dengan gadis yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dan Abi nya bilang, mungkin ini adalah pertanda dari Allah agar ia segera menikah.”

“Dan saat kamu datang di pesantren sore itu, umi bercerita dengan anak umi dan juga suami umi, ustadz Hafiz. Umi cerita lah tentang kamu, nama kamu, dan alasan kamu ingin bekerja di pesantren. Saat umi menyebut nama kamu, Alia, anak umi yang sebelumnya tidak pernah mengirimkan pesan dengan panjang, siang itu bertanya panjang lebar pada umi tentang kamu.”

”Dan jika kamu bersedia untuk ber ta'aruf dengan Harriz, kami merasa bahagia sekali nak.”

“Gimana ya ustadzah, saya juga bingung. Dan mengenai mimpi, Alia beberapa hari terakhir juga bermimpi demikian. Alia mimpi dipakaikan hijab oleh pria yang belum pernah Alia temui. Sebelum mimpi Alia berakhir, dia menyebut namanya. Prince Harriz?” Pernyataan Alia benar-benar membuat wanita di depannya terkejut. Sesempurna inikah jalan takdir mereka?

” Masya Allah nak, mimpi kalian ini hampir sama tapi anak umi bermimpi saat akad dia menyebutkan namamu didepan penghulu. Dan benar kata kamu, nama anak umi itu Prince Harriz. Nama yang diberikan oleh kakeknya.”

“Apa ini sebuah kebetulan aja ustadzah?” Tanya Alia.

” Nak, ga ada yang namanya kebetulan. Semua yang terjadi di dunia ini terjadi karena izin dari Allah. Dan bagaimana tentang mimpi kalian itu, ustadzah serahkan kembali kepada Alia, kalian bisa bertemu dan saling tahu satu sama lain namun harus dengan batasan. Setelah itu kamu bisa menentukan apakah kamu bersedia atau tidak untuk menjadi bagian dari keluarga kami.”

“Alia mau, Alia mau ketemu sama Harriz ustadzah.”

“Bener?”

“Iya ustadzah.”

”Alhamdulillah, makasih ya nak. Sepertinya Harriz akan senang mendengar kabar ini.”

“Mulai sekarang, kamu panggil ustadzah dengan panggilan umi saja ya.”

“Iya... Umi.”

Setelah perbincangan itu, mereka kembali bercerita satu sama lain. Entahlah, baru saja bertemu namun rasa sayang seperti anak dan ibu sudah melekat pada mereka.