Tentang Mimpi Itu
Tepat sebuah ruangan yang dipenuhi dengan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur'an itu, seorang gadis dengan rambut sebahu yang terurai sedang duduk dan menunggu seseorang yang ingin berbicara padanya. Ruangan ustadzah Aisyah di pesantren tempatnya bekerja.
Hujan sedikit demi sedikit turun membasahi jalan. Selang beberapa menit kemudian orang yang ia tunggu akhirnya datang. Seorang wanita paruh baya namun masih memiliki wajah yang awet muda, datang ke arahnya dengan senyuman yang sangat indah.
“Assalamualaikum Alia, udah lama nak?” Tanyanya.
“Waalaikumsalam, Alia juga baru sampai ustadzah.” Jawabnya.
“Apa kita langsung aja nih?”
“Iya ustadzah, silahkan. Sepertinya ini hal yang penting “
“Jadi begini nak, beberapa minggu yang lalu anak umi bermimpi menikah dengan gadis yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dan Abi nya bilang, mungkin ini adalah pertanda dari Allah agar ia segera menikah.”
“Dan saat kamu datang di pesantren sore itu, umi bercerita dengan anak umi dan juga suami umi, ustadz Hafiz. Umi cerita lah tentang kamu, nama kamu, dan alasan kamu ingin bekerja di pesantren. Saat umi menyebut nama kamu, Alia, anak umi yang sebelumnya tidak pernah mengirimkan pesan dengan panjang, siang itu bertanya panjang lebar pada umi tentang kamu.”
”Dan jika kamu bersedia untuk ber ta'aruf dengan Harriz, kami merasa bahagia sekali nak.”
“Gimana ya ustadzah, saya juga bingung. Dan mengenai mimpi, Alia beberapa hari terakhir juga bermimpi demikian. Alia mimpi dipakaikan hijab oleh pria yang belum pernah Alia temui. Sebelum mimpi Alia berakhir, dia menyebut namanya. Prince Harriz?” Pernyataan Alia benar-benar membuat wanita di depannya terkejut. Sesempurna inikah jalan takdir mereka?
” Masya Allah nak, mimpi kalian ini hampir sama tapi anak umi bermimpi saat akad dia menyebutkan namamu didepan penghulu. Dan benar kata kamu, nama anak umi itu Prince Harriz. Nama yang diberikan oleh kakeknya.”
“Apa ini sebuah kebetulan aja ustadzah?” Tanya Alia.
” Nak, ga ada yang namanya kebetulan. Semua yang terjadi di dunia ini terjadi karena izin dari Allah. Dan bagaimana tentang mimpi kalian itu, ustadzah serahkan kembali kepada Alia, kalian bisa bertemu dan saling tahu satu sama lain namun harus dengan batasan. Setelah itu kamu bisa menentukan apakah kamu bersedia atau tidak untuk menjadi bagian dari keluarga kami.”
“Alia mau, Alia mau ketemu sama Harriz ustadzah.”
“Bener?”
“Iya ustadzah.”
”Alhamdulillah, makasih ya nak. Sepertinya Harriz akan senang mendengar kabar ini.”
“Mulai sekarang, kamu panggil ustadzah dengan panggilan umi saja ya.”
“Iya... Umi.”
Setelah perbincangan itu, mereka kembali bercerita satu sama lain. Entahlah, baru saja bertemu namun rasa sayang seperti anak dan ibu sudah melekat pada mereka.