biruu

Di siang hari yang terik, Alia berjalan seorang diri mencari pekerjaan yang kiranya dapat menambah penghasilannya dan bisa meringankan beban sang ibu.

Setelah lelah berjalan, ia memilih duduk di sebuah kursi didepan pondok pesantren yang cukup besar dan terkenal.

” Gue coba daftar kerja disini aja kali ya?” Batinnya.

“Coba aja deh.”

Ia berjalan memasuki halaman pesantren itu, dan sukses mendapat banyak perhatian dari para santri disana.

“Mohon maaf mba, ada keperluan apa ya?” Ucap seorang satpam disana.

“Jangan panggil saya mba, om. Saya masih SMA.” Jawab Alia.

“Yaudah, ada keperluan apa dek?” Ucap satpam itu.

“Saya mau daftar kerja disini. Jadi apa aja deh om yang penting halal.”

“Ini pesantren, udah pasti halal. Saya jamin.”

“Kalau mau daftar disini, bisa ketemu sama ustadzah Aisyah selaku istri dari ustadz Hafiz. Pemilik pondok pesantren ini.” Ucap satpam tersebut.

” Saya bisa ketemu?” Tanya Alia.

“Sini saya antarkan.”

” Anjay, makasi ya om.”

” Anjay itu apa?” Tanya satpam itu.

” Anjay tuh kaya Daebak!!” Ucap Alia.

“Daebak? Opo iku?”

“Ah pokoknya bahasa gaul.”

“Lain kali ajarin saya lagi ya.”

“Siap om. Nama saya Alia Humairah.”

“Bagus namamu, ayu.”

“Makasih om.”


“Assalamualaikum ustadzah, ini ada yang mau mendaftar bekerja disini.” Ucap satpam yang mengantarkan Alia.

“Waalaikumsalam, siapa pak?” Tanya seorang wanita yang dikatakan oleh satpam tadi.

” Namanya Alia, ustadzah.”

“Suruh masuk saja ya pak.”

” Nggih ustadzah, saya permisi dulu kalau begitu.”

“Mba Alia, masuk aja ketemu ustadzah Aisyah.”

“Makasih ya om.”

“Sip..”

Setelah mengirim pesan pada bundanya, Alia segera bergegas ke sebuah tempat dimana ia bekerja. Bermain, alasan yang selalu ia gunakan untuk berbohong pada sang ibu.

Ia bekerja sebagai pegawai di toko swalayan milik keluarga sahabatnya, Bintang.

“Untung aja ga telat.” Ucapnya setelah sampai didepan toko yang terbilang cukup besar tersebut.

Setelah berjam-jam ia bekerja, malam itu pukul 22.15 ia segera membereskan toko itu dan memilih untuk singgah di sebuah coffe shop yang tak jauh dari rumahnya sebelum ia pulang.

“Mba, americano 8 shot espresso satu ya.” Pernyataannya itu sukses membuat pelayanan cafe didepannya terbelalak.

“Kakaknya ngga bercanda kan?” Tanya pelayanan cafe didepannya.

“Saya serius mba.” Jawabnya

“Sama Red Velvet cake satu, saya mau bawa pulang.”

“Baik kak, ditunggu sebentar ya..” Ucap pelayanan cafe itu.


Pukul 23.10 ia sampai di rumahnya.

“Bunda? Bunda dimana? Aku bawa Red Velvet cake kesukaan bunda...” Ucapnya saat pertama kali memasuki rumahnya yang sederhana.

” Darimana kamu?!” Suara yang ia kenal, membuatnya seketika ketakutan.

“a-ayah....” Batinnya.

“Jawab saya!!” Bentak ayahnya.

“A- aku abis main ayah.” Jawabnya dengan kepala yang tertunduk.

“Mau jadi pelacur kamu?! Anak perempuan pulang jam segini!” Ucapan yang keluar dari mulut ayahnya benar-benar membuat hatinya remuk.

“JAGA UCAPANMU HENDRI!!” Bentak Yasmin, Ibunda Alia.

“Memang benar kan?! Selama saya tidak di rumah kamu menyuruh anak ini untuk mengikuti jejak kamu!” Kedua insan yang berada didepannya benar-benar membuat kepalanya sakit.

“Udah nak, ga usah didenger ya. Ikut bunda aja kita istirahat.” Ucap sang Bunda.

“Ga berguna kalian ini!” Teriak Hendri yang kemudian mengambil sebuah kotak sepatu yang berada di dalam lemari Alia.

“Ini sudah tidak berguna lagi! Lagian kamu mau jadi wanita malam kan?! Ga ada gunanya lagi kamu sekolah!” Ucapnya sambil memotong sebuah sepatu baru di depan kedua wanita itu.

“AYAH JANGAN!!” Jerit Alia saat melihat sepatu yang dibeli oleh bundanya dengan susah payah. Namun terlambat, sepatu itu sudah benar-benar rusah dan tak layak lagi untuk digunakan.

Setelah merusak sepatu Alia, Hendri segera pergi dari rumah itu dengan perasaan yang sangat marah dan membanting pintu rumah itu.

“Bunda...” Lirihnya saat memegang sepatu itu.

“Sabar ya nak, bunda akan berusaha lagi untuk membelikan kamu sepatu.” Ucap sang bunda yang tak kalah sedih. Hatinya sangat sakit melihat anaknya yang selalu diperlakukan oleh suaminya yang merupakan seorang pemabuk.

“Maaf bunda..” Tangisnya dipelukan bundanya.

“Gapapa nak, kamu harus kuat ya biar bunda juga semangat untuk mencari nafkah buat kamu.” Ucap Yasmin.

Malam itu pukul 11.55 seorang gadis baru saja membuka gagang pintu rumahnya yang menampakkan sang ayah dan bunda yang terduduk di kursi ruang tamu rumahnya.

“Duduk.” Tegas sang ayah.

” Jadi ini yang kamu lakukan kalau ayah tidak ada di rumah? Club, kamu dari club kan? Sudah berani ya kamu!!” Ucap ayahnya yang hendak menampar wajah gadis itu, namun ia ditahan oleh bundanya. Gadis itu hanya bisa tertunduk.

“Kemasi barang kamu.” Kalimat yang keluar dari bibir ayahnya sukses membuatnya mengangkat kepala.

“K-kenapa Yah?” Iya bertanya dengan gugup.

“Ayah sudah mendaftarkan kamu di pondok pesantren milik sahabat ayah.” Kalimat demi kalimat yang ayahnya lontarkan benar-benar membuatnya keringat dingin.

“Yah aku mohon jangan...Aku janji ga akan ke club lagi. Kuliahku juga gimana Yah?” Ucapnya sambil meneteskan air mata.

“Lebih baik kamu belajar ilmu agama dulu, kamu bisa cuti kuliah dan fokus untuk memperbaiki diri di dalam pondok pesantren.” Tegas sang ayah.

Alia, gadis itu menggelengkan kepalanya dan masih dibanjiri dengan air mata “ Aku gamau ayah...Gamau.”

“Kamu tau kan konsekuensi kalau tidak mendengar perkataan ayah dan bunda?.” Damn, gadis itu sukses membeku saat mendengar ucapan ayahnya.

“Tapi Yah ak-” Ucapannya terpotong oleh ayahnya.

“Ga ada tapi tapian, besok barang-barang kamu harus sudah siap.” Ucap sang ayah

“Ayah...Maaf aku ga akan ke club lagi, aku janji bakal dengerin semua kata bunda sama ayah, aku ga akan bandel lagi Yah..” Ucapya membela diri.

“Sekarang masuk kamar, tidur.”

“Ayah..” Lirihnya.

“Tidur!” Final sang ayah.