Save Flight, kak.

Malam itu, Alia sedang membantu Harriz untuk mengemas kopernya karena sebentar lagi ia akan berangkat menuju kota Palembang untuk melakukan kunjungan kerja.

“Kak, beneran lima hari doang kan?” Tanya Alia sembari merapikan barang-barang Harriz.

“Iya sayangku cintaku.” Jawab Harriz seraya mencubit pipi Alia.

“Ah! Sakit kak.”

“Kamu tambah gembul gini.”

“Kenapa? Tambah jelek ya?!” Jawab Alia dengan nada ketus.

“Tidak, cantiknya nambah, enak dipeluk.”

“Dikira gue guling apa?” Lirih Alia yang masih bisa didengar oleh lelaki berparas manis itu.

“Kamu bukan guling, kamu istri saya.” Timpal Harriz.

“Awas ya kamu ngelirik cewe lain disana.”

“Untuk apa? Saya sudah punya kamu. Itu sudah cukup.”

“Oh iya, Haikal ikut kak?”

“Tidak, yang ikut hanya Janu.”

“Janu yang ototnya gede itu ya?”

“Kok kamu tau kalau ototnya gede?”

“Lihat fotonya di hp kamu waktu nge gym bareng kamu.”

“Bisa saja.”

“Udah nih, kamu berangkatnya jam tiga subuh kan?”

“Iya, masih bisa istirahat sebentar.”

“Setelah kunjungan kerja kamu selesai, aku mau ngasih kamu kejutan.”

“Kejutan apa?”

“Rahasia dong.”

*** Setibanya di bandara, Harriz berpamitan dengan Alia dan juga kedua orang tuanya yang ada disana. Tak lupa juga dengan Haikal dan Amira.

“Umi, Abi, Harriz pamit ya.”

“Iya nak, jangan lupa kasih kabar ya. Baik-baik disana.”

“Iya umi.”

“Hati-hati ya nak.”

“Iya abi.” Jawab Harriz seraya mencium tangan kedua orang tuanya.

“Bos! Save flight ya. Jangan lupa oleh-olehnya.”

“Mau apa kamu?”

“Restu aja. Iya ga, Ra?” Ucap Hikal kepada Harriz yang membuat Amira merasa malu.

“Kerja yang baik dulu.”

“Siap itu mah.”

Tiba saatnya ia pada Alia. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca, rasanya sangat aneh saat ia akan ditinggal Harriz kali ini.

“Cepet pulang.” Rengek Alia seraya memeluk tubuh Harriz dan menyembunyikan wajahnya di dada suaminya itu.

“Iya sayang iya. Kamu jaga diri ya, jangan telat makan, shalat tepat waktu, jangan begadang, banyak-banyak minum air putih jangan minum kopi terus ya.”

“Kamu juga. Jangan begadang mulu, awas aja kalo sakit.”

“Iya. Aku berangkat ya.” Ucap Harriz sembari menjulurka tangannya pada Alia yang langsung diraih oleh gadis itu kemudian menciumnya.

“Tumben pake aku kamu?”

“Sekali-kali.”

“Halah, udah sana nanti ditinggal pesawat.”

“Jangan menangis ya kalau saya tidak ada.”

“Ga akan. Aku kan ga cengeng.” Ucap Alia yang dibalas senyuman oleh Harriz.