mimpi buruk

Seorang wanita paruh baya sedang berdiri didepan kaca kamarnya. Cantik, wanita itu memakai baju serba putih dan tersenyum tipis melihat darah yang sedikit demi sedikit mengalir dari dalam hidungnya. Ia meringis kesakitan sebab seluruh bagian tulangnya terasa sangat nyeri, wajahnya seketika pucat.

Dan saat itu juga ia mencoba mengucapkan 'Lailahaillallah'. Sakit, sangat sakit ia rasakan hingga sedetik kemudian tak lagi ia merasakan sakit.

Dilain tempat, seorang gadis sedang berjalan pulang ke rumahnya dengan perasaan yang masih bahagia sebab tak lama lagi ia akan masuk bangku kuliah impiannya. Ia menyempatkan diri untuk singgah di kedai kopi langganannya untuk membeli americano 8 shot espresso kesukaannya, tak lupa dengan Red Velvet cake kesukaan bundanya.

“Mba, kaya biasa ya.” Ucapnya.

“Kakak ini ndak takut sakit lambung kah?” Ucap pelayan kedai itu.

“Tenang aja mba, lambung saya kuat.” Jawab Alia sambil tersenyum.

“Yauda deh tunggu sebentar ya kak, tak bikinkan dulu.” Ucap pelayan kedai tersebut dengan logat Jawa yang cukup kental.


“Assalamualaikum bunda, Alia pulang. Alia bawa Red Velvet cake kesukaan bunda nih.” Ucap Alia saat memasuki rumahnya.

“Bunda? Dimana sih? Dikamar kali ya?” Gadis itu bermonolog dengan dirinya sendiri.

Saat ia memasuki kamarnya, kopi dan kue yang ia bawa seketika jatuh kelantai.

“BUNDA!!!!” Ia menjerit melihat bundanya yang terbaring dilantai dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

Ia tak mampu lagi membendung air matanya, dan segera ia menelpon Harriz untuk memberi tahu pria itu.

“Bunda kak...” Tak sempat Harriz menjawab teleponnya, ia sudah menjatuhkan ponsel itu dan kembali memeluk sang ibunda.

“Bunda bangun... Katanya janji mau lihat Alia pakai jas putih. Ayo bangun bunda, prank nya ga lucu tau ga!”

“Alia...” Ucap Harriz saat melihat gadis itu, sangat kacau.

Ustadzah Aisyah yang melihat keadaan Alia langsung meneteskan air matanya;

“Ya Allah nak...”

“Umi, bunda ngeprank kan? Iya kan? Soalnya tiga hari lagi Alia ulang tahun, dan tiap tahun bunda selalu ngeprank Alia. Tahun ini juga kan?” Tanya gadis itu masih dengan kondisi yang sama.

“Innalilahi wa innailaihi rojiun.” Ucap ustadzah Aisyah sembari menutup mata bunda Alia.

“BUNDA BANGUN BUNDA!! JANGAN GINI BUN!!” Tangis Alia seketika pecah dihadapan mendiang ibunya.

“Sabar nak, bunda kamu udah ga sakit lagi.”

Harriz memilih keluar, ia tak sanggup melihat keadaan Alia saat ini, sungguh dalam hatinya ia ingin sekali memeluk Alia dan menenangkan gadis itu, namun tak bisa.

Di teras rumah Alia, ia menangis sendirian. Entah bagaimana ia bisa sangat hancur saat melihat gadis yang ia cintai juga hancur perasaannya.

Malam itu, rumah Alia sudah ramai dengan pelayat yang berdatangan untuk berbela sungkawa dan mencoba menghibur Alia. Gadis itu masih saja diam tak mau makan dan berbicara, masih setia duduk disamping mendiang bundanya yang sudah tertutup kain putih.

Hingga saat di pemakaman, ia masih tetap duduk dan mengusap nisan sang ibunda yang sudah tenang disana.

“Alia, pulang ya. Sudah mau hujan nanti kamu sakit.” Ucap Harriz yang juga masih berada disana saat para pelayat mulai bubar satu persatu. Disana juga ada Amira, yang setia menjadi perantara bagi kedua insan itu.

“Pulang aja kak, Alia mau nemenin bunda. Kasian bunda sendirian didalam sana.” Ucap Alia yang kembali meneteskan air matanya.

“Saya dan Amira pamit ya, jangan pulang sebelum magrib.” Ucap Harriz.

Namun kenyataannya, pria itu masih setia menunggu Alia. Ia berdiri agak jauh dari Alia untuk sekedar memantau gadis itu. Bagaimana ia tega meninggalkan Alia sendirian dalam keadaan sehancur ini. Sedangkan Amira menunggu didalam mobil.

Alia? Masih terduduk disamping makam bundanya. Tak bicara, hanya memandang nisan dari wanita yang ia cintai itu.