Kenapa Dia Kembali?
Dengan langkah yang sedikit dipercepat, Alia bergegas menuju rumah Bintang, walau dengan perasaan aneh mengapa sahabatnya itu memberi aturan waktu saat ia ingin berkunjung kesana? Biasanya tidak seperti ini.
Tok...tok...
“Star!! Main yu!!”
“Gue lagi sakit.”
“Bercanda, sensi amat.”
“Masuk, Al.” Ucap Bintang.
“Jadi gimana? Kok bisa tiba-tiba muncul gitu sih? Kok dia bisa tau lo sekolah disana? Bukannya-” Pertanyaan Bintang dipotong oleh Alia sehingga membuat gadis yang sedikit pucat itu tersenyum cengengesan.
“Lo sebenarnya sakit ga sih? Giliran ada cerita gini aja lo semangat. Nih gue bawain buah, lo makan ya.” Ucap Alia yang meletakkan keranjang buah di meja nakas milik Bintang.
“Makasih ayang... Repot-repot bawain gue buah.” Timpal Bintang seraya memeluk Alia dengan erat.
“S-sesek star...” Lirih Alia.
“Maap maap, gue sayang banget sama lo soalnya. Kan lo doang sahabat deket gue.” Ucap Bintang.
“Lebay lo.”
“Libiy li. Jadi gimana ceritanya?”
“Lo liat kan di akun base sekolah? Yang anak baru itu? Ternyata yang sendernya maksud tuh Gabriel. Gue beneran ga nyangka bisa ketemu lagi sama cowo brengsek itu.” Ucap Alia dengan nada yang meninggi dan tangannya sedikit meremas selimut Bintang.
“Demi apa?! Kalo gue udah sekolah bakal gue kasih pelajaran tu cowo! Sumpah Al, jangan berhenti gue.”
“Aduh udah gue gatau, mau nikah aja rasanya...”
“Hati-hati, ntar diamini malaikat tau rasa lo.”
Di tengah riuhnya suasana kota kala itu, Alia berjalan menuju toko swalayan milik keluarga Bintang, tempatnya bekerja part-time.
Namun saat ia mempercepat langkahnya agar bisa tepat waktu, alas sepatu terlepas dan membuatnya hampir tersandung.
“Akhhh!! Yah... Sepatu gue.” Lirihnya saat mengambil alas sepatunya yang terlepas.
Saat itu juga ia melepaskan kedua sepatu usangnya dan memasukkan sepatu itu kedalam tas miliknya.
“Eh, Alia...” Tegur Sarah, seorang pegawai di toko itu.
“Kak Sarah, udah dari tadi kak? Maaf ya Alia telat, abis jenguk Bintang.”
“Baru juga kok, iya gapapa kita juga abis jenguk si Bintang kemarin kamunya pulang duluan.”
“Al, kok ga pake sendal atau sepatu?”
“Oh, ini kak kaki aku lagi luka jadi aku lepas sepatunya. Aku pake kok tapi aku lepas, cuma sekarang pake sendal yang disiapin buat karyawan aja. Nanti kalo pulang aku pake lagi sepatunya.”
“Oh gitu, jangan lupa dipakein salep ya, Al.”
“Iya kak, tenang aja.”
Percakapan itu terhenti saat seorang pelanggan memasuki toko itu, pelanggan yang membuat tubuh Alia membeku seketika.
“Gabriel...” Batin Alia.
Pria itu menatap sekilas ke arah Alia, dengan tatapan yang sulit diartikan membuat gadis itu ingin pergi saja dari sana.
Tak!! Suara botol kaleng soda itu membuat Alia tersadar dari lamunannya.
“I-ini aja?” Tanya Alia dengan lirih.
“Iya.” Jawab Gabriel.
“Totalnya-”
“Nih, ambil aja kembaliannya.” kata Gabriel memotong ucapan Alia.
“Please back to me, doobie.” Bisik Gabriel pada Alia sebelum meninggalkan tempat itu.
“Al... Kamu gapapa?” Tanya Sarah yang baru saja kembali dari toilet.
“Gapapa kak.” Jawab Alia seraya tersenyum menutupi rasa takutnya.
“Bunda... Aku pulang.” Ucap Alia saat memasuki rumahnya yang sederhana itu.
“UDAH GUE BILANG, KALO ADA DUIT KASIH KE GUE! UDAH TAU UTANG BANYAK!” Suara itu membuat Alia segera berlari menuju sumber suara.
“Ayah?!” Teriak Alia saat melihat Hendri, ayahnya yang terlihat sangat kacau.
“Bunda? Bunda gapapa? Ayah kenapa sih?!”
“Minggir, ini urusan orang tua!” Bentak Hendri dan melepas genggaman Alia pada Yasmin yang terduduk di lantai.
“Ayah!”
“Eh! Gara-gara beliin kamu sepatu, duit buat bayar hutang abis tau ga?!” Bentak Hendri.
“Maksud ayah?”
“Duit buat bayar hutang habis cuma buat beli sepatu itu!” Ucap Hendri yang berjalan ke arah kotak sepatu yang terletak diantara buku-buku pelajaran milik Alia.
“Ga guna kalian semua!” Bentak Hendri seraya merusak sepatu itu dengan cutter.
“Ayah jangan!!”
“Mas! Cukup ya! Aku beli sepatu ini pakai usaha aku sendiri! Dan kamu ga ada hak untuk merebut hak Alia.”
“Ayah lagi mabuk! Udah Yah!” Alia dan Yasmin berusaha untuk merebut sepatu itu dari Hendri.
“Ayah...”
“Argh!!” Hendri melepaskan cutter dan sepatu itu lalu meninggalkan Alia dan Yasmin.
Brak!!! Suara pintu yang ditutup Hendri dengan sangat kencang membuat keduanya terkejut.
“Bunda gapapa kan? Ada yang sakit?” Tanya Alia.
“Ngga, bunda gapapa kak. Ini, seperti yang bunda beliin buat kamu. Maaf ya ngga sebagus sepatu teman-teman kamu.” Kata Yasmin seraya mengambil sepatu yang tergeletak di lantai itu.
“Bun... Aku ga butuh sepatu untuk sekarang, sepatu aku masih bagus kok. Kenapa bunda pake uang bunda cuma untuk ini?”
“Bunda ga tega, bunda merasa gagal jadi orang tua karena ga bisa memenuhi kebutuhan anak sendiri yang sejatinya adalah tanggung jawab bunda selaku orang tua.”
“Jangan pernah berpikir kaya gitu lagi ya Bun, Alia udah merasa cukup kok. Yang Alia butuh cuma bunda yang sehat, bunda yang selalu ada di samping Alia kapanpun itu.”
“Maafin bunda ya kak...”
“Maafin Alia juga ya Bun...”