Humairah
“Assalamualaikum, umi.”
“Waalaikumsalam nak, kenapa?”
“Alia ngga ada kabar hari ini, bahkan temannya nanya ke Harriz katanya pesannya ngga dibalas Alia. Harriz cari ke rumahnya, di kafe dekat rumahnya, ke makam bundanya ngga ada. Bahkan hari ini jadwal kuliahnya ngga ada. Harriz khawatir umi…”
“Sabar dulu nak, kita cari Alia sama-sama.”
“Bagaimana Harriz bisa sabar umi, Alia ngga ada kabar seperti ini.”
“Istigfar nak…Ya Allah kita cari sama-sama.”
Harriz merasa gelisah, ia belum menemukan keberadaan Alia sampai saat ini. Sehingga malam itu ia memutuskan untuk pergi ke masjid yang berada di dekat rumah Alia. Dalam sujudnya ia menangis dan berdoa dengan ikhlas untuk gadis yang ia cintai itu.
“Ya Allah, tolong beri petunjuk dimana keberadaan humairahku…”
Setelah selesai shalat dan berdoa, ponselnya berbunyi dan menampakkan notifikasi pesan. Terdapat nama Alia disana, hatinya tak berhenti mengucap syukur saat itu.
Kak tolongh jemput Alia… [send location]
Tanpa basa-basi, ia segera melajukan mobilnya menuju lokasi yang Alia kirimkan. Aneh, kenapa gadis itu bepergian jauh? Tak biasanya. Tak sampai beberapa menit, mobil Harriz berhenti di depan rumah yang sangat besar, ada tujuan apa Alia di rumah sebesar ini?
“Assalamualaikum…”
Tak mendapat jawaban dari dalam, ponselnya kembali berbunyi dan terlihat Alia yang menelponnya.
“Kak tolongin Alia…” Gadis itu menangis namun berusaha berbicara dengan suara yang kecil.
“Kamu dimana Alia.”
“Kakak masuk aja, ada ruangan di lantai dua sebelah kiri. Tolong kak, disini gelap banget Alia takut…”
“Iya iya sabar ya…”
Harriz mencoba menenangkan Alia, dan dengan cepat memasuki rumah itu mencari ruangan yang dimaksud oleh Alia. Saat ia memasuki ruangan itu, benar saja, sangat gelap. Dan tiba-tiba lampu menyala, Ia terkejut melihat Alia yang terikat pada sebuah kursi dan matanya sangat sembab.
“Kak tolong…”
Belum sempat Harriz melepaskan tali pengikat Alia, ia mendengar suara tepuk tangan seseorang “Wow wow, jadi ini calon suami lo itu, doobie?”
“Siapa kamu?”
“Gue? Gue pacar Alia.”
“Bohong! Dia bukan pacar Alia kak!”
“Jangan gitu dong sayang, kamu lupa kita udah ngapain hmmm?” Pria itu mencoba mengelus pipi Alia namun segera ditepis oleh Harriz.
“Jangan pernah menyentuh wanita saya.”
“Nyentuh ya? Kalo sekedar nyentuh sih udah biasa ya doobie. We’ve done more.” Ucap pria itu dengan senyum seringai.
Harriz tak menanggapi pria itu, dan segera melepas ikatan Alia pada kursi.
“Hey, jangan buru-buru dong, iya kan sayang?” Satu lagi, seorang gadis muncul dengan membawa nampan yang berisi beberapa gelas jus lemon, lalu mengunci pintu ruangan itu.
“Minum dulu yuk, saudaraku…” Gadis itu tersenyum miring saat mengucap kata ‘saudara’.
Saat hendak memberi Alia minum, gelas itu dilempar oleh Harriz, sehingga membuat pria yang satu lagi hendak memukul kepala Harriz dengan tongkat besi. Namun belum tongkat itu menyentuh Harriz, pintu ruangan itu rubuh akibat didobrak oleh beberapa orang polisi.
“Angkat tangan kalian!”
“WHAT THE HELL IS GOING ON?!”
“ALIA!!” Jerit ustadzah Aisyah saat melihat kondisi calon menantunya itu.
Untung saja Harriz segera mengirimkan lokasi itu pada Abi nya agar segera menyusul ke tempat itu dan membawa beberapa orang polisi yang ternyata merupakan rumah Gabriel Abimana, kekasih dari Fanya.
“Alia, sebenarnya apa yang terjadi nak?” Tanya ustadzah Aisyah saat ia berada di rumah Alia setelah kejadian tadi.
Sekuat tenaga gadis itu menahan air matanya, namun tak bisa saat ia kembali mengingat kejadian yang ia alami hari ini.
“Kalu belum bisa cerita gapapa, kamu istirahat saja. Biar kak Amira yang menemani kamu malam ini.” Ucap Harriz dengan lembut.
“Udah kak, gapapa. Biar Alia cerita semuanya.” Alia mencoba menenangkan dirinya sebelum akhirnya ia menceritakan semuanya.
“Alia udah ketemu sama ayah, kemarin. Saat itu Alia benar-benar shock dan gatau harus ngapain, jadi Alia pergi ke makam bunda dan tanpa aku sadari ternyata ada dua orang yang mengintai dari jauh. Mantan pacar dan saudara tiri ku, mereka bekerja sama untuk mencelakai Alia. Kemarin hujan deras dan dengan bodohnya Alia tetap berada di makam bunda sampai kepala Alia pusing dan ngga sadar udah ada di ruangan yang Alia ngga tau itu ada dimana.”
“Maaf kak, umi, Alia jadi merepotkan kalian…” Lirih gadis itu.
“Ya Allah nak…” Ustadzah Aisyah segera memeluk gadis itu dan menenangkannya.
“Maafkan umi ya, umi jarang memperhatikan kamu…”
“Ngga umi, Alia yang salah, Alia ga bisa menjaga diri.” Ucap Alia.
“Tadi kamu bilang sudah menemukan ayah kamu?”
“Iya, ternyata selama ini ayah ada di dekat Alia. Dan yang yang aku bilang beberapa hari lalu tentang temen aku yang ngga diakui oleh ayahnya ternyata dia adalah saudara tiri Alia.”
“Temui ayahmu nak, mungkin ada alasan kenapa dia melakukan semua ini.”
“Alia usahakan, umi.”
“Alia!!”
“Ayah?!”
Ya, Fadli datang ke rumah Alia. Ia memilih untuk bertemu dengan anak kandungnya itu daripada pergi ke kantor polisi dimana Fanya berada.
“Kamu ngga apa-apa nak? Fanya apain kamu? Bilang sama ayah nak.” Ucap Fadli lalu memeluk buah hatinya itu.
Alia tak mampu lagi menahan air matanya, jadi begini rasanya dipeluk oleh ayah?
“Maafkan ayah ya nak...”
“Alia juga minta maaf, ayah.” Lirih Alia lalu memeluk ayahnya itu dengan erat seolah tak ingin kehilangan sosok ayah lagi.