Hujan
“Alia!”
“Raka? Kenapa?”
“Aku… Boleh ngomong bentar?” Ucap Raka seraya memperbaiki kacamatanya yang sedikit turun.
“Boleh, mau ngomongin apa?”
“Kamu udah tau kan kalo Gabriel dibebasin? Hati-hati ya, Alia.”
“Siapa yang ngebebasin Gabriel? Lo tau Ka?”
“Fa-”
“Raka! Kelas woy!” Panggil seorang teman Raka yang sedang membawa beberapa buku tebal di tangannya.
“Sebentar!”
“Fa? Siapa Ka?”
“Fanya. Hati-hati ya Alia, aku harap dia ngga berbuat macam-macam ke kamu.”
“Fanya…” Batin Alia.
“Aku permisi ya, mau ke kelas dulu.”
“Iya, semangat Raka!”
Saat sedang terhanyut dalam pikirannya sendiri, Alia dikejutkan dengan kedatangan Leon dan Dion, si kembar yang sangat berisik.
“ALIA!”
“Astaga! Eh kembar, bisa ga lain kali gausah bikin kaget gini. Kalo gue jantungan gimana coba!”
“Ya maap, soalnya kita liat dari tadi lo ngelamun. Mikirin apa sih?” Tanya Leon, dan Dion yang mengangguk di sampingnya.
“Gaada. Udah ya, gue mau ke taman.”
“Ikut.”
“Ga.”
***
“Gabriel! Sini lo bangsat!!”
Bugh!!
“Anjing! Apa-apaan sih lo?!”
“Apa?! Lo yang apa-apaan!”
Bugh!
“Lo udah nyakitin orang yang gua sayang! Gua kan udah bilang biarin dia bahagia dengan pilihannya!! ”
“Tapi gue juga cinta sama dia!”
“Brengsek!”
“Udah gua bantuin malah gini balesan lo!”
“Gua emang cinta sama dia, tapi dengan ngeliat dia bahagia itu udah cukup El!!.”
“Bodoh!” Umpat Gabriel sebelum akhirnya ia meninggalkan Raka di rooftop itu dengan keadaan babak belur ditambah dengan hujan yang turun cukup deras. Pria itu menangis tanpa suara, sendirian.
“Gue harap lo bahagia terus, Alia.” Batin Raka.
***
“Fanya!” Panggil Alia ketika melihat saudari tirinya itu sedang berjalan sembari memainkan ponselnya dikoridor gedung fakultasnya.
“Apa?” Ketus Fanya.
“Gue mau ngomong bentar.”
“Ga, gue gaada waktu. Lagi sibuk.”
“Bentar doang.”
“Ck, buruan.”
“Lo- Bebasin Gabriel? Kenapa?”
“Dia pacar gue, gue sayang sama dia. Wajar lah kalo gue bebasin dia.”
“Pake duit ayah?”
“P A P A. Bukan AYAH! Ya emang kenapa? Orang dia ga salah, yang salah tuh temen lo si Keyla!”
“Jangan percaya sama Gabriel Fanya.”
“Apa sih lo. Ga suka ya kalo mantan lo itu sekarang jadi pacar gue? Makanya jadi cewe jangan suka selingkuh kalo masih ada hubungan.”
“Wah ga bener nih. Dia boong Fanya. Jauhin dia, gue mohon.”
“Kenapa? Bilang sama gue alasannya apa?!”
“Gue udah kasih lo peringatan, gue harap lo bisa jaga diri.” Ucap Alia dan meninggalkan Fanya yang masih bertanya-tanya, ada apa dengan Alia?
FLASHBACK HARI PENANGKAPAN KEY DAN GABRIEL
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi menuju arah rumah kosong yang telah lama terbengkalai, terlihat dua orang di dalam mobil itu sedang merasa sangat cemas.
“El, cepetin dikit dong! Gue gamau masuk penjara anjir!”
“Bisa diem ga lo?! Ini semua gara-gara lo tau ga?!!”
“Kok gara-gara gue sih!”
“Ya lo mikir lah bego! Rencana awal kan ga kaya gini!!”
“Gue udah gedek ya sama si Alia makanya gue kaya gini! Malah temennya yang kena!!”
“LO-”
“GABRIEL!!”
DOR!!
Suara tembakan itu membuat jantung keduanya berdetak sangat kencang karena terkejut dengan keberadaan beberapa polisi yang sudah berada disana.
“Angkat tangan!!”
“Pak! Saya ga salah, ni cewe yang ngajakin saya berbuat keji.”
“Kamu lagi kamu lagi. Sudah berapa kali kamu membuat kasus kriminal begini! Cepat masuk!!” Ucap polisi tersebut saat memborgol tangan Gabriel dan Keyla.
Setibanya di kantor polisi, disana sudah ada Fanya yang terlihat begitu cemas menunggu Gabriel.
“Pak, bebaskan pacar saya ya. Saya siap membayar uang tebusan, berapapun itu.”
“Mohon maaf, pelaku harus menjalani hukuman sesuai dengan perbuatannya.”
“Tapi-”
“Nanti saja saat sidang.”
“Sayang, it’s ok.” Ucap Gabriel
Tanpa mereka sadari, Keyla tersenyum seringai mendengar mereka.
Flashback end
***
“Ayang!!” Ucap Alia seraya memeluk tubuh Harriz dari arah samping saat pria itu sedang menonton tv di ruang tengah rumah mereka.
“Kenapa sayang? Hmmm?” Tanya Harriz seraya mendekap tubuh Alia dan mengusap rambut wanita itu.
“Gapapa, pengen peluk aja. Kamu wangi banget ya, wangi vanilla.”
“Jadi manja ya sekarang…”
“Daripada manja sama suami orang, mending sama kamu.” Harriz hanya tertawa menanggapi jawaban istrinya, ia merasa gemas kemudian mencubit hidung Alia hingga merah.
“Aduh! Sakit. Aku baru tau kalo kamu suka nonton pororo juga.”
“Karena kamu suka.”
“Ah bisa aja.” Tak lama setelah perbincangan ringan itu, suara adzan pun terdengar sehingga mereka memutuskan untuk shalat berjamaah kali ini.
Saat Alia ingin memakai mukenahnya, Harriz memanggilnya dan memakaikan mukanah putih itu pada Alia.
“Cantik.”
“Ih apa sih.”
Setelah salam, Alia mencium tangan Harriz sperti biasa, kemudian disusul dengn kecupan di kening gadis itu.
“Kak, aku mau ngaji. Tapi bacaanku belum sempurna.”
“Sini, kita belajar sama-sama.” Ucap Harriz yang membuat Alia tersenyum.
Namun saat Alia salah mengucapkan satu huruf, sudah menjadi kebaisaan Harriz mengatakan;
“Yang benar itu seperti ini, sayang.”
“Ah, iya.” Jawab Alia.
Harriz membaca surah An-Nisa dengan suara indahnya dan Alia yang bersandar di pundaknya. Mendengar suara indah Harriz saat melantunkan ayat suci. Malam itu, ditengah derasnya suara hujan, mereka masih setia duduk beralaskan sejadah.