Gabriel-Fanya POV
“Where’s my phone?” Seorang gadis bergumam saat ia tak mendapati dompet didalam tasnya.
“Ya ketinggalan lah.” Timpal lelaki di sebelahnya, yang tak lain adalah kekasihnya sendiri.
“Ck! Yaudah tunggu bentar, aku ambil di kamar kayanya.”
“Buruan ntar filmnya mulai duluan, kamu ntar ngomel gabisa shopping duluan.”
“Gue kok belakangan ini pikunan ya...” Ia terus saja bergumam, hingga saat ia membuka pintu rumahnya.
“Bangsat!” Ucapnya dalam hati.
“ALIA!!” Teriak Fanya saat melihat apa yang terjadi di hadapannya.
Kenapa papahnya berlutut dihadapan Alia yang jelas-jelas adalah rivalnya sejak SMA? Perasaan Fanya campur aduk antara marah dan sedih, ada apa sebenarnya antara papahnya dan Alia?
“OH JADI INI YA KERJAAN LO ITU?! LO JADI SIMPENAN PAPA GUE SELAMA INI?! GA TAU MALU LO JADI CEWE!” Fanya yang hendak menampar Alia dihentikan oleh Fadli.
“Fanya! Jangan sekali kali kamu menyentuh anak saya.” Tegas Fadli.
Anak? Semoga yang ada di dalam pikirannya itu salah.
“Anak? Pah, anak papa tuh Fanya bukan Alia!”
“Papah! Jawab!”
“Alia…Anak papa.” Jawab Fadli. Damn, hancur sudah. Ia berharap apa yang dikatakan oleh papanya adalah sebuah kebohongan yang tak mau ia ketahui kebenarannya, tak akan pernah.
Rasa bencinya semakin menjadi-jadi saat ia mendengar jawaban yang seharusnya tak pernah ia dengar. Jadi Alia adalah saudara tirinya?
“ARGHH BOONG! PAPA BOONG!! PERGI LO!” Fanya mendorong Alia hingga ia terjatuh dan mengusirnya dari rumah itu.
“FANYA!” Bentak Fadli.
“PERGI ALIA! PERGI!!” Fanya tak dapat mengendalikan amarahnya, hingga tak sadar lutut Alia terluka akibat dorongan Fanya yang cukup kuat.
Saat Alia sudah tak terlihat di hadapannya, ia segera kembali ke dalam rumahnya untuk mrminta penjelasan tentang apa yang terjadi.
“PAH JELASIN SEMUANYA!” “Anak kandung papa yang sebenarnya adalah Alia.”
Gadis itu tersenyum miring menanggapi jawaban yang dilontarkan oleh pria dihadapannya itu.
“Jadi ternyata ini alasan papa selalu bersikap kasar sama Fanya? KENAPA PAH? KENAPA?!”
Fadli tak menanggapi gadis itu dan meninggalkannya sendiri.
“Pah, sampai kapanpun Fanya gaakan menerima Alia!” Umpat gadis itu.
“Gue benci lo Alia!” Batinnya.
“Sayang kok lama banget sih?” Tanya kekasihnya saat ia sudah kembali.
“Aku mau balas dendam.”
“Hah? Hahaha ngaco banget, mau balas dendam sama siapa?”
“Alia Humairah.” Jawabnya dengan tatapan tajam.
“Alia? Alia temen seangkatan kamu itu kan? Kmau ada masalah apa sama dia?”
“Dia udah merebut papa dari aku.”
“Kamu kenapa sih? Kayanya hari ini ngaco banget sumpah.”
“Aku serius!”
“Oke oke, aku harus ngapain?”
“Let me tell you the plan.”
“Easy babe.”
“Pemakaman? Ngapain kesini?” Tanya kekasihnya itu.
“Itu Alia! Liat ga sih?”
“Liat, itu makam siapa?”
“Bundanya.”
“What? Bundanya?”
“Iya, udah ada sebulan kali.”
“Oh my gosh, idk. poor girl.”
“Heh! Fokus dong! Mana ujan juga.”
“Eh eh dia pingsan.”
“Buruan bawa ke mobil!”
Setelah penuh perjuangan, mereka membawa Alia menuju rumah yang terlihat sangat mewah. Ya, itu adalah rumah Gabriel Abimana yang tak lain merupakan kekasih dari Fanya.
“Kita bawa ke gudang aja yang.”
“Iya sabar.”
“Iket. Aku mau ngambil lemon juice dulu untuk tamu kita nanti.”
“Oke.”
“Alia, i'm sorry but i should do this.”
“Kak Harriz...” Lirih gadis itu.
“Who's Harriz?”
“GABRIEL?!” Alia terkejut saat melihat Gabriel yang berada dan dihadapannya namun kepalanya masih terasa pusing. Dan apa ini? Badannya terasa sulit untuk bergerak.
“Lo bawa gue kemana!”
“Rumah gue.” Jawab pria itu dengan santainya.
“Lepasin ga?!”
“Not that easy girl.”
“Nih, password nya apaan!” Ujarnya saat menyodorkan ponsel itu pada pemiliknya.
“Mau ngapain lo?!”
“Kasi tau gue password-nya atau Harriz yang lo sebut itu akan celaka.”
“Anjing.”
“Buruan!”
“Dunia sementara akhirat selamanya.” Ketus Alia.
“Bwhahahahaha password lo masih sama ternyata.” Pria itu tertawa saat mengetahui password ponsel Alia yang ternyata masih sama saat pertama kali mereka pacaran dulu.
“Itu disuruh bunda gue ya!!”
“Iya tau.”
“Mana kontak Harriz disini...Nah ini dia.” Pria itu bermonolog dengan dirinya sendiri saat sedang mencari kontak Harriz di ponsel Alia.
“Oke sip. Selesai, tinggal nunggu aja. Gue pengen lihat seganteng apa sih Harriz itu.”
“Jauh lebih ganteng daripada lo!”
“Masa sih babe.”
“Nih lo ngomong! Orangnya udah didepan. Bilang di ruangan lantai dua sebelah kiri.” Perintah Gabriel.
“Aaaa!!!” Alia menjerit saat Gabriel mematikan lampu ruangan itu sehingga yang Alia lihat hanyalah kegelapan. Dan ia phobia terhadap kegelapan sehingga membuat keringat dingin mengucur tubuhnya.
“Kak tolongin Alia...”
“Kakak masuk aja, ada ruangan di lantai dua sebelah kiri. Tolong kak, disini gelap banget Alia takut...”
Lalu setelah itu Gabriel meninggalkan Alia dan bersembunyi dibalik tirai pada ruangan itu sampai Harriz masuk kedalam.
Dan benar saja, tak lama kemudian Harriz datang dan membuat Gabriel segera menyalakan lampu ruangan itu.
“Bener kata Alia, he's so handsome. More than me.” Batinnya.