flashdisk

Tak lama setelah mendapat pesan dari Gabriel, wajah Alia berubah seketika. Entah alasan apa yang harus ia katakan pada Harris kali ini, sungguh saat melihat wajah suaminya itu ia merasa sangat berdosa karena sudah membohonginya beberapa kali. Ia hanya tak ingin Harriz kecewa saat mengetahui masa lalunya.

“Pesan dari siapa?” Tanya Harriz saat melihat perubahan pada wajah Alia.

“Dari grup HIMA, katanya ada perubahan poker.” Jawab gadis itu dengan nada bicara yang terbata-bata sehingga membuat Harriz menautkan alisnya.

“Aku izin ke kampus lagi ya kak.” Sambungnya.

“Ini dihabiskan dulu.”

“Aku buru-buru kak, boleh ya?”

“Yasudah, nanti pulangnya saya jemput ya.”

“Gausah nanti aku naik bus aja.” Ujar Alia seraya mencium punggung tangan dan telapak tangan Harriz sebelum akhirnya ia meninggalkan pria itu dengan sejuta pertanyaan di kepalanya.

Harriz menghela napasnya, ia merasa ada sesuatu yang aneh dari istrinya itu. Tapi entahlah, perasaannya tak enak setelah melihat wajah Alia yang seketika berubah saat mendapatkan pesan yang katanya dari grupnya itu.

***

Alia berlari menuju rooftop gedung fakultasnya, rasanya ia ingin menghilang saja dari dunia ini agar tak bertemu orang seperti Gabriel. Ia tak henti-hentinya mengumpat untuk pria itu seakan merasa jika umpatannya itu bisa membuat Gabriel lenyap.

Napasnya terengah-engah setelah membuka pintu rooftop itu, disana sudah terdapat Gabriel dengan senyum andalannya.

“Welcome, doobie.”

“Bacot, buruan lo mau ngomongin apa.”

“Selama putus dari gue, lo jadi cewe kasar ternyata.”

“Udah ya, kalau ga penting gue pergi sekarang!”

“Jangan buru-buru sayang. We can take our time here.” Ucap Gabriel seraya merangkul Alia. Dan tanpa ia sadari ada seseorang yang telah mengambil gambar mereka.

“Ya Allah… Apa lagi ini.” Batin Alia.

Gadis itu berusaha melepaskan rangkulan Gabriel namun tenaganya tak cukup kuat untuk melepas rangkulan pria itu.

“Lepasin gue brengsek!” Alia mwncoba untuk memberontak, namun Gabriel menghempaskan tubuhnya dengan keras hingga membentur dinding.

“Banyak omong lo! Bisa diem ga sih?! Turutin apa kata gue!” Bentak Gabriel.

Alia mencoba melawan rasa sakit pada tubuhnya, tanpa ia sadari darah telah mengucur di sudut bibirnya. Ia bangkit dan menarik kerah baju Gabriel dan menapar pria itu dengan sisa tenaga yang ia punya.

“ADA HAK APA LO PERLAKUIN GUE KAYA GINI BRENGSEK!!” Bentak Alia.

“Lo!!” Gabriel menunjuk wajah gadis itu dengan wajah yang penuh emosi seraya manarik dagu Alia agar lebih dekat dengannya.

“Lo milih stay disini atau gue kasih flashdisk ini ke suami lo sekarang!” Ucap Gabriel seraya memperlihatkan flashdisk berwarna merah ditangannya.

“GUE BENCI SAMA LO GABRIEL!!!!” Jerit Alia saat melihat flashdisk itu.

Gabriel tersenyum merasa bahwa ia sudah menang kali ini. Ia mensejajarkan tubuhnya dengan Alia yang terduduk di lantai seraya menutup telinganya.

“Kerudung lo can-” Gabriel hendak mengelus kepala Alia, namun segera ditepis oleh gadis itu, matanya memerah menahan tangisnya ia menatap Gabriel dengan tatapan kebencian.

Gabriel masih tersenyum dan menarik kepala Alia dan membisikkan sesuatu.

“Mulai besok, turuti apa mau gue sebelum flashdisk ini sampai dengan selamat di tangan suami lo itu” Bisik Gabriel sebelum akhirnya ia meninggalkan Alia yang masih terduduk lemas, rasa sakit akibat benturan itu benar-benar membuat semua bagian tubuhnya terasa sangat ngilu. Namun ia mencoba untuk berdiri dan meninggalkan tempat itu dengan sisa tenaga yang ia punya.