Capek
Saat berada di mobil bersama Harriz dan Amira, ponsel yang dipegang oleh Alia terus bergetar. Setelah mengecek ponselnya, wajah gadis itu langsung berubah drastis.
Amira yang berada di sampingnya tersadar dengan perubahan ekspresi wajah Alia yang sebelumnya terlihat ceria menjadi murung.
“Dek, kamu kenapa murung gini? Tadi ceria.” Ucap Amira hingga membuat Harriz yang berada kursi depan kini melihat ke arah Alia.
Alia tak ingin orang lain mengetahui masalahnya mencoba mengelak dengan apa yang dikatakan oleh Amira.
“Ngga kok kak, Alia gapapa.” Ucap gadis itu sambil tersenyum.
“Gapapa kak, gaada apa-apa.” Sambungnya saat melihat ekspresi Harriz yang terlihat khawatir.
“Maaf lancang, tapi boleh lihat hp nya?” Tanya Harriz.
“Buat apa sih? Gaada apa-apa juga.” Ucap Alia mencoba membela dirinya.
“Alia, sudah berapa kali saya bilang, tidak perlu kamu memikirkan apa yang orang lain bicarakan tentang kamu. Kalau kamu terus mendengar apa yang mereka bilang, gaakan ada habisnya.” Ucap Harriz dengan lembut.
“Bener dek, walaupun kak Amira gatau masalahnya, tapi kakak juga pernah ada di posisi kamu, kakak pernah menjadi bahan omongan teman-teman sekolah kakak, tapi satu hal yang membuat kakak bisa melawannya. Selalu ingat, cintanya Allah lebih besar, kita ga perlu takut tentang omongan manusia yang gaada habisnya. Kamu tau kan, kalau kita sudah mendapat cintanya Allah, satu orangpun yang akan mengusik kita, kita gaakan merasa sedih sedikitpun karena rasa sedih itu sudah tertutupi oleh rasa cinta kita pada Allah.” Ucap Amira.
“Makasih ya kak, semoga di sekolah baru aku nanti orangnya baik-baik. Denger nasihat kakak tadi, aku jadi nyesel selalu bolos pelajaran agama hehe.” Ucap Alia dengan senyumannya yang menampakkan gummy smile.
Harriz yang mendengarnya hanya bisa beristighfar mendengar kelakuan calon istrinya itu “Astaghfirullah.”
“Kamu ga tenang aja, disana orangnya baik semua kok. Kamu ini cantik sekali, lucu juga. Harriz ga salah pilih.”
“Bukan Harriz yang pilih, tapi Allah yang pilih.” Timpal Harriz.
“Iya deh.” Ucap Alia dan Amira.
Kemudia kedua gadis itu kembali bercerita hingga mereka tiba di sekolah Alia yang baru.
“Ini sekolahnya?” Tanya Alia.
“Iya kenapa? Kamu ga suka? Mau cari sekolah yang lebih besar lagi?” Tanya Harriz.
“Heh ini aja udah gede banget, apa ga nyasar ya nanti?” Ucap Alia.
“Tenang aja, nanti kamu akan dibimbing sama guru BK disini.” Ucap Amira.
“Makasih ya kak Harriz, kak Amira. Alia suka banget sama sekolahnya.” Ucap Alia kegirangan. Harriz yang melihat tingkah gadis itu sedikit tersenyum namun dengan cepat ia memasang wajah datar lagi.
“Alia masuk ya kak, assalamualaikum.” Gadis itu mencium tangan Amira, namun saat ingin mencium tangan Harriz, pria itu menyembunyikan tangannya dibalik badannya.
“Belum mahram.” Ucap Harriz.
“Lupa, hehe.”