Ayah...
“Assalamualaikum, moon?” Ucap Bintang saat memasuki rumah Alia.
“Waalaikumsalam, gue disini.” Jawab Alia yang terduduk di samping tempat tidur sang ibu.
“Bunda sakit apa moon?”
“Gatau star, tadi bunda mimisan dan gue gatau harus apa sekarang.”
“Bawa ke rumah sakit sekarang. Ayo moon, gue telfon ambulans ya.”
“Tapi gue gaada duit buat biaya rumah sakit.”
“Gausah pikirin itu, ada gue, mama sama papa.”
Alia segera memeluk sahabatnya itu, entah apa yang akan terjadi bila tak ada bintang saat itu.
“Makasih banyak ya star, gue berhutang sama lo.”
“Ngga, gaada. Pokonya bunda harus sembuh. Gausah pikirin soal biaya ya.”
“Makasih ya.”
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya dokter yang menangani bunda Alia menghampiri kedua gadis yang terduduk cemas di kursi tunggu rumah sakit itu.
“Dokter, gimana keadaan bunda saya?”
” Bunda kamu menderita leukimia, dan tidak pernah menjalani pengobatan sebelumnya, dan kemungkinan untuk sembuh adalah 40%. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mendengar ucapan dokter, Alia seketika terduduk lemas mengetahui bundanya terkena penyakit mematikan.
“Star Bunda gue star...” Tangisannya pecah dipelukan bintang.
“Sabar moon, kita berdoa aja supaya bunda sembuh ya.” Bintang pun tak kuasa melihat sahabatnya itu ikut menangis.
“Gue gatau harus gimana sekarang...”
“Ada gue moon, jangan takut ya...” Ucap bintang yang mencoba menguatkan sahabatnya.
“Star, makan dulu ya. Lu belum makan dari tadi.” Ucap Bintang. Namun Alia hanya menggelengkan kepalanya, ia benar-benar lemas dan tak berselera untuk makan.
“Star, gue titip bunda bentar boleh?” Ucap Alia.
“Mau kemana lu?” Tanya Bintang.
“Ke tempat ayah.” Kalimat itu membuat Bintang sedikit terkejut.
“Jangan bercanda deh.”
“Gue ga bercanda. Titip bunda ya, star.”
“Hati-hati ya moon.” Ucap Bintang.
” Hati-hati, moon.” Batin Bintang.
Alia berjalan menuju sebuah tempat dimana ayahnya berada, club malam. Ia sedikit was-was saat memasuki tempat yang dipenuhi oleh orang-orang dewasa itu. Bahkan aroma alkohol menyeruak menusuk penciumannya.
Saat mendapati keberadaan sang ayah, ia segera menarik tangannya.
“Ayah, aku mau ngomong sebentar.”
“Apa apaan kamu!! Pergi!” Ucap Hendri dan menepis tangan Alia.
“Ayah, bunda masuk rumah sakit. Bunda sakit parah Yah. Aku gaada biaya untuk pengobatan bunda.”
“Apa urusannya sama gue? Udah sana pergi! Ganggu aja!”
“Ayah, aku mohon..”
“Emangnya uang sewaan lu kurang?” Ucap Hendri dengan senyuman merendahkan anaknya itu.
“AKU BUKAN CEWE KAYA GITU YAH!!”
“YA TERUS?! JANGAN PERNAH PANGGIL GUE DENGAN SEBUTAN AYAH!”
“Asal lo tau, lo bukan anak kandung gue.”
“Bunda lo itu dulunya pekerjaan malam, dan gaada yang tau ayah lo yang sebenarnya siapa.” Ucap Hendri sebelum akhirnya meninggalkan Alia seorang diri.
Rasanya ia ingin mati saja mendengar ucapan dari Hendri. Ia benar-benar membenci lelaki saat ini.
Ditengah gelapnya malam dan hujan yang turun, ia menangis sejadi-jadinya.
“GUA GAAKAN MENIKAH! GUA BENCI SEMUA LAKI-LAKI! PERSETAN SAMA UCAPAN ORANG-ORANG SEMUA LAKI-LAKI SAMA AJA!!” Ia menjerit ditengah derasnya hujan yang seakan mengerti keadaannya malam itu.