Awal baru
“Pagi kak.” Sapa Alia saat melihat Harriz yang baru saja turun dari tangga rumahnya.
“Pagi.” Jawab Harriz sembari tersenyum ke arah Alia yang sedang membuat sarapan untuknya.
“Nanti pulangnya jam berapa?” Tanya Alia.
“Kurang tau, kenapa sayang?” Jawab Harriz seraya memeluk tubuh Alia dari arah belakang dan menyandarkan kepalanya pada bahu Alia.
“Nanya aja, aku mau nyiapin sesuatu buat kamu soalnya.”
“Mau nyiapin apa? Jangan capek-capek ya.”
“Tenang aja. Nih sarapannya. Bilang ya kalau ga enak, nanti aku bisa belajar lagi.”
“Sini.”
“Hah?”
“Sini.” Ucap Harriz yang membuat Alia duduk dipangkuannya.
“Aku sudah bilang kan, makanan apapun yang kamu buat dengan tangan yang indah ini akan selalu enak. Di dunia ini tidak ada yang sempurna, tapi untukku, kamu adalah definisi wanita yang sempurna.”
“Makasih ya kak…”
“Jangan capek-capek ya…”
“Iya.”
“Oh iya, abis ini aku mau keluar sama Bintang. Boleh ga?”
“Jadwal kuliah kamu kapan?”
“Jam sebelas. Maih lama juga kan.”
“Tapi hati-hati ya.” “Siap bos!” Jawab Alia dengan cengirannya.
“Aku berangkat ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Hati-hati ya.” Ucap Alia seraya mencium telepak tangan dan punggung tangan Harriz secara bergantian. Terlihat biasa saja menurut sebagian orang, namun bagi Harriz, itu adalah satu hal istimewa yang diberikan oleh istrinya.
“Iya...” Jawab Harriz yang kemudian mencium kening Alia.
“Star, lo bener mau balik abis ini?”
“Iya moon, gue udah ngambil cuti kelamaan. Gue bisa ketinggalan materi lama-lama.”
“Lo sih nyari kampus kejauhan.”
“Ya mau gimana lagi, gue kan bisa sekalian traveling juga.”
“Maunya lo itu mah.”
“Tau lah gue gimana.”
“Oh iya, gimana lo sama kak Harriz?”
“Ya ga gimana-gimana.”
“Cerita apa kek gitu. Dia semenjak nikah ada yang berubah ga?”
“Apa ya? Gaada yang berubah. Tapi sumpah, dia baik banget. Gue bahagia star, bahagia karena bisa kenal sama dia, bahagia karena udah jadi istrinya. Gue gabisa ungkapin semuanya dengan kata-kata, cuma pengen bilang makasih sama dia. Makasih udah jadi suami, sahabat, guru, dan bisa membuat gue merasa pantas untuk dicintai.”
“Baguslah kalau gitu, gue seneng dengarnya. Bahagia terus ya nyet.” Ucap Bintang seraya memeluk sahabatnya itu.
“Lo juga harus bahagia!”
“Tenang aja. Kita sukses bareng-bareng ya. Ntar kita bisa liburan ke Labuan Bajo sama pasangan masing-masing.”
“Tenang aja, pokonya gue temenin sampai lo ketemu jodoh.”
“Iya deh yang udah nikah mah.”
“Oh iya star, mulai sekarang gue mutusin untuk memulai hal baru. Gue mau Istiqomah untuk pakai hijab, temenin gue ke toko hijab ya.”
“Alhamdulillah, ayo ayo. Gue juga mau belajar untuk Istiqomah moon, biar bisa dapet jodoh kaya kak Harriz juga.”
“Yaudah ayo. Tapi kalo mau Istiqomah harus ikhlas karena Allah, bukan karena pengen jodoh yang lo impikan.”
“Sahabat gue nih, iya iya. Makasih ya, karena lo gue bisa perlahan berubah dikit-dikit.”
“Alhamdulillah.”
“Gimana star, gue cocok ga pake ini?”
“Cocok banget moon!”
“Gue gimana?”
“Udah cakep, mirip orang Arab!”
“Widih kece.”
“Capek juga ya, belanja hijab doang sampai makan waktu dua jam.”
“Capek kan lo, gimana kalo kita makan sushi aja.”
“Ayo deh.”
“Alia?” Seseorang yang memanggil namanya itu benar-benar membuat tubuhnya membeku saat itu juga.
“Moon, lo gapapa kan?”
“L-lo ngapain disini?”
“Gue- mau minta maaf.”
“Gue ga butuh maaf lo! Ayo star.”
“Alia!!”
“Heh! Awas ya lo, jangan coba macem-macem sama Alia kalau gamau leher lo gue kretekin!”
Ya, dia adalah Gabriel Abimana. Entah bagaimana ia bisa berada di tempat yang sama dengan Alia saat itu juga.
“Bagaimanapun caranya, gue harus dapetin cinta Alia lagi.”
“Eh itu Alia ya?”
“Iya anjir, kok sekarang dia pake hijab? Ga cocok banget ga sih?”
“Bener ga cocok.”
“Ada angin apa dia sampe make hijab sekarang?”
Bisikan orang-orang itu membuat Alia sedikit risih dan merasa tidak percaya diri dengan penampilan barunya.
“Ya Allah, kuatkan iman Alia. Alia mau berubah.” Batinnya.