Assalamualaikum bunda

Tiba sudah Harriz di tempat tujuannya. Melangkahkan kakinya menuju hotel tempatnya menginap untuk beberapa hari selama menjalanimkunjungan kerja.

“Sepi, tidak ada Humairah.”Batinnya.

Drttt…Drttt…

Suara ponsel itu membuatnya sedikit terkejut, pasalnya pikirannya saat ini sedang tertuju pada wanita yang begitu ia cintai.

“Assalamualaikum, kak, udah nyampe?”

“Waalaikumsalam, sudah. Ini baru tiba di hotel, kamu baik-baik saja kan?”

“Iya, kamu istirahat ya. Denger suara kamu aja udah cukup buat aku tenang kak. Semangat ya kerjanya.”

“Semangat juga ya kuliahnya, oleh sayang.”

“Jangan panggil sayang.”

“Kenapa? Salah kah?” Tanya Harriz dengan wajahnya yang sedikit bingung walau tak dapat dilihat oleh Alia. Andai saja ia bersama dengan Alia, mungkin pipinya akan habis karena cubitan dari istrinya itu.

“Ga salah kak ga salah, tapi kalo keseringan hati aku jadi ga karuan!”

“Pasti muka kamu sekarang merah.”

“Mana ada. Ngga ya! Udah ah mau nugas dulu. Semangat kerjanya suami, jangan lirik cewe lain ya!”

“Semangat juga nugasnya, istri.”

Setelah perbincangan singkat itu, Harriz mengambil laptopnya untuk sekedar mengerjakan pekerjaannya yang lain. Di sisi lain, Alia sedang menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa pusing dengan beberapa tugas-tugas akhirnya. Namun, karena tak ingin rasa stresnya berkepanjangan, ia memutuskan untuk mengambil kunci mobil Harriz dan pergi ke suatu tempat yang sudah lama tak ia kunjungi.

Gadis itu memberhentikan mobilnya di sebuah toko bunga yang selalu ia datangi sebelum pergi ke tempat tujuannya itu.

“Pak, bunganya kaya biasa ya.” Ucapnya saat berada di toko bunga langganannya.

“Neng dokter ya? Udah lama ngga kesini neng.” Ucap pemilik toko itu sembari menyiapkan pesanan Alia.

“Belum jadi dokter pak, Inshaa Allah bentar lagi hehe.”

“Keren ya neng, pasti orang tuanya bangga. Salam ya buat ibu bapak.” Ucapan pemilik toko itu membuat Alia tersenyum lirih.

“Iya pak, nanti saya salamin.”

“Ini neng bunganya. Ini buat siapa? Pacarnya ya?”

“Buat bunda saya pak.”

“Bundanya ulang tahun neng?” Mendengar pertanyaan itu, Alia mengeleng singkat dan tersenyum.

“Buat ngehias makam bunda saya pak.”

“Astagfirullah, saya gatau neng. Maafin bapak ya.”

“Gapapa pak, saya permisi dulu ya. Ini uangnya.”

“Kelebihan neng.”

“Gapapa, buat bapak aja.”

“Alhamdulillah. Semoga rejekinya lancar ya neng.”

“Aamiin. Makasi pak, saya permisi. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Langkah demi langkahnya habis hingga ia tiba di tempat tujuannya sore itu. Meletakkan bunga segar yang baru saja ia beli diatas makam yang sudah ditumbuhi oleh rumput-rumput kecil itu.

“Assalamualaikum, bunda.” Lirihnya.

“Udah lama ya. Maaf Alia jarang ngunjungin makam bunda, Alia bener-bener gabisa ngatur waktu. Jujur, aku capek banget. Setelah beranjak dewasa, ada aja masalah yang datang. Tapi bunda tenang aja, aku tetep bahagia kok. Udah ada kak Harriz, ada umi, abi, kak Amira juga. Bunda tau ga, nih, bentar lagi bunda punya cucu tau, tapi Kak Harriz belum tau. Ini baru bunda yang tau, kak Harriz ntar aja abis dia balik dari Palembang. Seneng tau bun, ternyata gini ya rasanya jadi ibu, ya walaupun anak Alia belum lahir.”

“Bunda, makasih ya untuk semuanya. Semua pesan-pesan yang bunda kasih ke Alia akan selalu Alia inget. Bunda adalah bunda terbaik di dunia, oh iya bun aku juga bentar lagi mau koas. Ga sabar, bentar lagi mau jadi dokter. Ini semua berkat doa dari bunda selama ini. Alia sayang bunda selamanya. Oh iya, tadi bapak yang punya toko bunga nitip salam buat bunda katanya.”

Setelah cukup lama berada di makam bundanya, ia beranjak ke makam di sebelahnya lagi. Makam sahabatnya, Bintang.

“Hai Star. Lo kangen ga? Kangen sih pasti, lo kan orangnya kangenan bentar-bentar nelpon bentar-bentar vidcall. Tapi sekarang gaada lagi deh yang tiba-tiba vidcall gue kalo lagi nugas. Lo tadi nguping ya percakapan gue sama bunda? Bentar lagi lo punya ponakan nyet, andai aja lo masih ada pasti lo orang yang paling exited denger kabar ini. Gue sayang sama lo star, sayang banget. Tapi gue gabisa lama-lama disini, gue pamit ya nyet.”

Sebelum meninggalkan tempat itu, ia kembali menengok ke makam bundanya sebelum mengucapkan salam perpisahan untuk kedua orang yang ia sayangi itu. “Aku pamit ya bunda. Nyet, gue balik dulu ya. Assalamualaikum.”